A Tale

Tak Ada Lagi 'KESEPIAN'

16.23


Matahari sudah sedikit menjorok ke arah barat. Jarum jam menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh menit dan tepat bel baru saja berbunyi. Hanun meletakkan semua bukubta ke dalam tas dan berdiri, siap untuk pulang. Dia berjalan ke gerbang sekolah. Pandangan Hanun tertuju pada seorang gadis, gadis yang selalu sendiri. Entah mengapa pikirannya terus dipenuhi oleh tanda tanya besar tentang gadis bernama Akmala itu. "Sebenarnya manusia macam apa dia, memilih hidup dalam kebisuan?" gumam Hanun dalam hati.
Tidak ada seorangpun yang mau berbicara dengannya, atau bahkan hanya menyapanya. Akmala memang sedikit terlihat berbeda, dengan kaca mata tebalnya, dan semuanya yang terlihat aneh dalam dirinya, tapi apakah ini takdirny?

Akmala tidak pernah terlihat bersama seseorang. Dia selalu diam sepanjang hari, kecuali ketika ada guru yang bertanya padanya. Dan yang mengejutkan, jawabannya selalu brilliant. Sesuatu yang mengejutkan lagi, ketika dia menempati peringkat puncak di kelas. Tapi tidak satupun orang yang mau mengajaknya berbicara.

"Akmala itu seperti alien!" kata Qori suatu hari. "Dia tidak pernah tersenyum atau berbicara seperti kita manusia normal. Awalnya aku berpikir dia bisu, tapi akhirnya aku sadar bahwa dia memang sangat tertutup dari segala makhluk di dunia ini" tambahnya lagi dengan berapi - api.

"Mengapa kau bisa berpikir seperti itu?" tanya Hanun penasaran, tak puas. "Ya lihat saja sendiri, sudah terlihat dia adalah anak yang tidak normal" Qori menjawab seenaknya. "Sudahlah, untuk apa kau pikirkan dia"
--- ---

Hari ini adalah hari sial bagi Akmala. Dia berjalan keluar perpustakaan ketika seseorang menabraknya keras. Akmala kehilangan keseimbangannya dan terjatuh. Dan orang tak bertanggung jawab itu lari tanpa mengatakan kata 'maaf' sekalipun.

"Menyebalkan!" Akmala berteriak dalam hati sambil menghela nafasnya kencang - kencang. Dia mencoba berdiri tapi jatuh lagi dan berteriak kesakitan. Rasanya kakinya sedikit terkilir. "Perlu bantuan?" sebuah suara ramah mampir ditelinga Akmala. Dia terdiam membeku sejenak, melihat tangan ringan di depan matanya. "Aku pasti mimpi, aku tidak pernah membyangkan sebelumnya bahwa ada seseorang yang mau berbicara denganku" pikirnya dalam hati.

Hei, apakah kau di sini?" tanya Hanun menyadarkannya

Akmala menatap wajah pemilik suara ramah itu. Seorang gadis, gadis yang cantik. Dia mengedipkan matanya. Apakah dia masih benar - benar waras? Karena biasanya seorang putri cantik sepertinya tidak pernah peduli sekitarnya, apalagi seseorang aneh seperti Akmala.

"Akmala..." panggil Hanun. Akmala kaget lalu menghela nafas. "Dia mengerti namaku?" tanyanya dalam hati. 'Bagaimana kau tahu namaku?" Itu adalah kalimat pertama Akmala yang ia tujukan untuk seorang teman di sekolah sepanjang yang dia ingat. "Aku Hanun, teman satu kelasmu" jawabnya lembut. "Teman satu kelas? Bagaimana aku bisa tidak mengetahui hal itu? Ya, memang aku tidak pernah berjalan tanpa menunduk" pikirnya dalam hati.

"Jadi kau ingin terus duduk di lantai hingga sekolah usai?" Hanun memecahkan rumusan pertanyaan dalam otak Akmala. Tanpa menunggu kepastian Akmala, Hanun menarik tangannya hingga berdiri tegak. "Hei, mengapa sulit untuk hanya menerima bantuanku dan berdiri?" gumam Hanun sedikit tersenyum.

Akmala tidak menjawabnya. "Oke, Akmala" Hanun tersenyum, "berkenan menjadi temanku?". Akmala mentatap Hanun tak percaya. Akmala tidak menjawab, mungkin dia terlalu shock mendengarnya. "Kau tahu? diam berarti setuju" kata Hanun menyambar begitu saja. "Jika kau tak suka berbicara, biarkan aku yang berbicara dan kau hanya perlu mendengarkan, oke?"

Lagi dan lagi, Akmala hanya diam. "Oke, ayo kembali ke kelas. Istirahat akan segera berakhir" Hanun memulai langkahnya dan Akmala mengikutinya. "Berkatalah, aku butuh saranmu. Kau tahu? ibuku akan merayakan ulang tahunnya hari ini, dan aku tidak yakin apa yang ingin aku berikan untuknya. Teman - temanku memberi saran tentang memberinya sebuah kalung, tapi aku lebih suka cincin. Bagaimana menurutmu? aku akan membelinya setelah pulang sekolah. Mungkin kau bisa ikut denganku?" cerocos Hanun panjang lebar.

Tapi Akmala tetap tidak merespon apapun. Hanun mulai berpikir tentang perkataan Qori hari lalu, mungkin Akmala memang bukan seorang manusia seutuhnya. Tapi Hanun tidak menyerah. "Aku tidak sabar ingin melihat ekspresi wajah ibuku ketika ia mendapatkan hadiah dariku, aku tebak ia akan merasa sangat senang!"

Sama seperti halnya tadi, Akmala benar - benar tidak merespon sedikitpun. "Aku yakin kakak dan ayahku akan memberikan hadiah kejutan juga. Kita sangat dekat sebagai keluarga"

"Aku taruhan, semua perkataanku memantul dari dinding hampa suara milik Akmala!" pikir Hanun sedikit geram, lalu ia menarik nafasnya dalam - dalam. Mereka berdua memasuki ruang kelas. Ketika mereka hampir sampai di meja Akmala, Hanun berkata, "oke, Akmala, sangat menyenangkan sekali mengobrol denganmu. Semoga hari ini hari bahagiamu"

Pandangan seisi kelas terfoku pada Akmala dan juga Hanun. Hanun berjalan menuju mejanya, tapi tiba - tiba terdengar suara halus menghampiri telinganya. "Mengapa?"

Hanun menoleh, sangat terkejut ketika ia tahu bahwa Akmala yang mengatakan itu. "Mengapa, apanya? apa maksudmu?". Diam untuk beberapa menit lalu Akmala berbicara lagi.

"Mengapa kau mau berteman denganku?" tanya Akmala tersenyum. Hanun berjalan menghampirinya, dan menjawabnya. "Karena untuk berteman dengan seseorang bukanlah sebuah takdir". Mata Akmala membulat mendengar perkataan Hanun.
"Sampai nanti ya..." kata Hanun meninggalkan Akmala.

"Terima kasih" kata terakhir yang hanun tangkap dari Akmala sebelum ia berlari meninggalkan Akmala. Sesuatu yang ajaib terjadi hari ini! Akmala memiliki seorang teman! seorang teman!! dia tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa sesuatu seperti ini bisa terjadi terhadap dirinya. Akmala tersenyum sepanjang perjalanan langkah kakinya menuju rumah, tidak peduli dengan pandangan orang lain yang jelas - jelas mereka melihatnya seperti orang yang tidak waras. Siapa peduli?

"Terima kasih ya tuhan, karena kau telah memberi cahaya baru dalam hidupku" Akmala tersenyum
sambil menatap pantulan wajahnya dalam bayangan air kolam.
Rapatan kapas - kapas putih tersenyum bergairah, melihat seorang lagi anak manusia berbahagia.