Dari Hati

Mimpi Nyata

18.24

Langsung saja, segala kejujuran yang lama terlelap memang sudah seharusnya terungkap. Entah apa yang sebelumnya terurai dalam khayalanku, semua begitu samar dan tidak tergambarkan. Entah apa yang akan masuk dalam keteraturan hidupku. Entah, akupun buta akan itu...

Tanpa izin ikhlas dariku, dirinya hadir kembali di mimpi yang begitu buruk. Ini memang manis, untuk sekedar mengingatnya masih ada dalam nafasku. Tapi miris, untuk sadar bahwa dirinya sekarang sudah benar - benar jauh dengan langkahku. Ini memang untuk kesekian kalinya, aku menyadari kerapuhan hatiku. Yang dengan mudah mengeluarkan ataupun memasukkan dirinya dalam detik - detik langkahku.

Aku tak bisa tersenyum ketika sebuah sapaan dalam mimpi menyadarkanku bahwa dirinya memang masih melekat erat di hatiku. Tapi juga aku tak bisa meneteskan sedikitpun kesedihan ketika seberkas senyumnya hadir dalam mimpiku. 

Semua ini sulit untuk diakui sedalamnya hati tertanam. Aku memang tak bisa mengingkari bahwa aku jelas masih terbayang dalam setiap malam yang selalu menjadi bagian dari senyumnya. Semua memang tak begitu jelas berjalan dalam jalannya. Satu yang aku ingat sebuah pernyataan dalam mimpiku

Dari Hati

Gumam Sang Perindu

14.55

Apa mungkin tanganku terlalu lemah untuk menggapaimu? Atau mungkin kakiku terlalu kaku untuk mengejarmu? Entahlah alasan apa yang menggelembung di atas angan – anganku, yang jelas kini aku tak bisa lagi menyentuhmu.

Beginilah tangisanku dalam pena, diam terhentak melihat dirimu semakin menjauh. Seharusnya memang aku sadar, cintaku hanyalah asa kosong penuh debu yang tak mungkin terlukiskan cerita indah bersamamu. Seharusnya aku juga mengerti, aku hanya seorang manusia yang hidup hanya berbekal nafas. Tak pantas aku menangis, meratapi karamnya hatiku. Seburuknya kakiku menapak, aku harus tetap berjalan, berbeda arah, sungguh aku tak mengerti apakah aku akan tetap berdiri di bawah matahari yang sama dengan dirimu.

Bukan hanya tajuk berlukiskan rindu, tapi jari ini sudah terlalu sering menari demi kesedihan. Terlalu sering mencurahkan semua gemuruh yang semakin lama semakin menembus dada. Aku tak mengerti, kepada siapa aku harus mencurahkan semua ini. Akupun tak ingin secepat ini mengungkapkannya pada dirimu. Lalu, langitpun tak sudi menghapus tangisku. Entah, apa yang sedang berkecambuk dalam hatiku, sungguh aku bingung.

Ketika memang hatiku sudah mulai menghapus sedikit demi sedikit semua tentang dirimu, tapi angina membawamu menari di hadapanku, dengan segala senyum yang kau tawarkan. Apa kau pikir hatiku batu yang begitu keras sehingga dengan mudah acuhkan hadirmu? Semua itu begitu sulit, ketika aku sedang mencoba membiasakan diri tanpamu, lalu ketika itu pula kau datang tanpa sedikitpun resah tentang hatiku. Apa kau tak pikir, kedatanganmu hanya membuat luka hatiku semakin basah? Apa tak pernah kau sadar, kehadiranmu hanya membuat diriku semakin sulit untuk melepasmu? Apa kau tak pernah pikir itu?

Kau tak mengerti betapa mentaripun terlihat seperti dusta, ketika hatiku sungguh rindu. Kau tak pernah sejenak menyadari betapa bintangpun hilang saat aku rindu. Bukankah begitu ketika mimpi burukmu menghampiri! Apakah kau tak rasa, aku harus menerima semua mimpi buruk ketika kerinduan menghampiri nafasku.