Aku masih sama, penulis setia buku kecil ini yang hampir runtuh terberai perasaan. Masih menghitung berapa lama lagi aku akan lupa tentang hal - hal kelabu. Tapi, kalaupun tak juga habis waktu, aku tak akan memaksakan matahari tampak disela awan mendung. Aku hanya mencoba, untuk tak lagi mengingat. Aku hanya mencoba untuk berdiri dan bangkit tanpa uraian kisah yang lalu. Aku ingin berlalu tanpa jejak yang bertalu di punggungku. Tanpamu yang menjadi bayang pelangi. Hanya itu...
Diantara genangan air di sudut mata, aku tak pernah sendiri...
Dalam rindu, senja, dan mega yang menjingga, aku tak pernah sendiri...
Aku bersama cerita - cerita tentangmu dulu...
Bait indah dendang piano yang menemani...
Tali - tali gitar yang beradu mengiringi...
Aku tak pernah sendiri...
Aku tidak mengerti. Tentang arti daun yang berayun tak pasti. Dahannya berdayu bersama lelayu yang gugur merayu. Sepi ini terlalu dingin, Membuat rayap – rayap tersenyum menggigil di bawah tanah. Resah bersama angin yang mendesah rindu dalam gelap yang menjamah. Rengkuhan dan pelukan tak lagi datang bersama derai derai debu yang berlalu. Kini sendiri, meraba hati yang seperti peti mati. Tak bersama bunga yang bersemi tapi semut yang berhenti di sudut hati.
Aku tidak mengerti. Mengapa kini aku merasa sepi. Sendiri. Di sini terlalu gelap, tak ada bintang yang berkerlap. Tanpa bulan yang tanggap. Bahkan telingaku hampa, tak ada bisikkan kecil yang menyapa. Tak ada seruan lagi yang menyapa. Senja hilang, terbawa ilalang. Aku tak tahu lagi apa yang masih ada disampingku. Semua raib, terbawa angin – angin ghaib. Jejakku pun tak lagi tampak, hanya desahan genggaman tanganku yang beku.
Aku tidak mengerti. Meski aku tak pernah lelah bertanya kepada arah yang fana. Aku tak pernah mendengar jawabnya, meski hati terus meronta. Bersama bisikan dan bayangan, mereka hilang menembus ilalang. Meninggalkan diri rapuh ini hanya bersama senyuman usang yang malang. Bahkan, mawar itu mulai menggugurkan mahkotanya, memilih hilang daripada bersamaku. Memilih hilang daripada menjadi sarang semut semut hitam.
Aku tidak mengerti. Mengapa melati begitu sakti, semerbak wanginya yang mampu menggertak sarang – sarang lebah nan jauh di sana. Kembang kecil bertangkai mungil, tumbuh diantara serangga – serangga yang menggigil. Rangkainya tangguh, tak menaruh ragu sedikitpun. Menawan, di bawah awan – awan yang menari ringan.