"Tuhan, aku masih saja mengingatnya sebagai berkas - berkas mentari yang menyelinap tirai jendelaku"
Bukankah hari ini hari bahagia untukmu? Selamat ulang tahun, bukankah ini tepat tahun ke tujuh belasmu? Bukankah kau seorang dewasa sekarang? Andai saja kau masih di sini, di dekatku, mungkin kita bisa meniup lilin bersama, mungkin kita akan memilih kue coklat lengkap dengan ceri merah yang merona? mungkin kita akan menyanyikan lagu ulang tahun bersama - sama. Berhadapan di antara mata - mata yang akan memandang kita.
Selamat ulang tahun, aku berharap Tuhan memberikan kita keajaiban untuk bertemu, walau hanya dalam mimpi. Ini tahun kesekian, aku berharap sendiri di depan kue coklat bulat. Meniup dua lilin dan aku menyisakan semua ceri untukmu. Tidakkah kau ingat? aku tak pernah suka ceri, dan kau yang selalu menceritakan bagaimana rasanya ceri merah itu. Kau selalu menceritakannya setelah menelan habis semua ceri itu "Manis... tapi sedikit asam. Seandainya kau bisa merasakannya juga, bukankah menyenangkan bisa merasakannya bersama - sama" lalu aku hanya mengangkat alisku dan tersenyum.
"Oh Tuhan, itu semua hanya bagian dari debu - debu yang telah lalu"
Selamat ulang tahun, aku masih selalu rindu padamu.
Selamat ulang tahun, mungkin aku akan selalu rindu padamu.
Padamu, suara mu, senyum dalam matamu.
Selamat ulang tahun...