Aku sedang tak ingin membagi kerinduanku ini yang semakin mencekam. Merasakan denyut nadiku sedang menggelegar di kepala, pasti aku sedang ingin benar-benar melihatmu...
Suatu saat, aku duduk di bangku kayu yang bersandaran, di pagi yang tidak dingin tapi menyejukkan. Ketika itu, nafasku tidak beraturan, ada yang ingin meledak di dalam dadaku, tapi ternyata itu bukan apa-apa yang serius, aku hanya sedang gugup karena hari itu adalah kompetisi pertamaku. Pantas saha, perempuan kecil berusia sebelas tahun dulu begitu terengah.
Apakah orang-orang terlambat? atau aku yang begitu semangat menyambut kompetisi pertamaku? Di tempat yang tak kukenal itu, aku hanya memberanikan diri untuk bersandar di kursi kayu panjang. Apa yang bisa aku lakukan saat itu? Hanya mengayunkan kaki-kaki ku yang tergantung karena kursi itu terlalu tinggi. Seperti itu hingga aku bosan dan ada bayangan yang aku lihat dekat tempatku bersandar.
Aku mengenalnya, dia laki-laki berbadan gilik yang cerdas, tak heran aku terpesona. Belum sempat aku temukan apa pesonanya, harus bertemu langsung untuk menemukan kesannya.
Dia bukan orang yang pemalu, dia tahu aku memandangnya dengan sedikit rayu dan ketika itu, ketika hanya aku dan dia yang ada di tempat asing itu, yang membuatku tak sanggup berkata, "Kamu suka denganku, ya?".
Aku hanya bisa dengar suara lucunya. Aku tak lihat bentuk ekspresi apa yang dia pasang saat itu, raut apa yang ada di ujung bibirnya, dan pandangan seperti apa yang berteduh di bawah bulu mata lentiknya. Aku hanya mampu tersipu dan membisu.
Rindu ini tentu semakin rindang, tapi tak seperti rimbun daun-daun beringin yang sejuk untuk tempat berteduh.
Dari cerita masa kecilku, aku tak menyangka akan terus teringat hingga sekarang. Ketika dia telah hilang.
Sosok yang penuh kesan.
Kami memiliki hobi yang sama saat itu. Tak hanya itu, bahkan guru kursus piano kami adalah orang yang sama.
Semoga tempatmu bersemayam nyaman dan hangat, sampai jumpa di kehidupan yang lain. Rasanya benar-benar menyesakkan untuk menyadari bahwa sementara ini aku tak mungkin melihatmu lagi, entah sementara atau selamanya. Sudah lima tahun sejak hari yang tak terduga itu, aku tak ingin mengingat kapan hari pastinya. Inginku, itu tak pernah terjadi.