Dari Hati

Hamba kepada Tuhan-nya

19.32

October 18, 2016

Tuhan menjawab pertanyaan dan harapan hambanya melalui langit yang tak berhingga. Entah mengapa semua prahara di dunia bisa terjadi, namun pasti ada keinginan pemilik semesta ini mengatakan sesuatu pada hamba yang penuh dengan kecurigaan dan kesalahpahaman ini.

Jika aku masih saja memendam prasangka, pasti karena tak cukup imanku untuk memahami maksud pertikaian antara air mata dan kemerahan di mataku. Tapi manusia seperti aku ini memang sangat gemar menuduhkan murka sembarangan, walau sebenarnya tak pantas.

Nafasku terengah-engah, disela air mata yang tak berhenti menghujam sesak dalam dada. Ini kali kedua, aku merasa patah hati karena kekecewaan. Sekali lagi aku merasa hancur dan enggan mencari alasan atas kegagalan.

Ingin kusampaikan beribu umpat dan hujatan kepada helai angin yang seperti menertawakanku...

Aku sebenarnya sedang mencari perhatian Tuhan, walau aku tahu aku tak perlu mencari.
Aku sebenarnya sedang ingin menunjukkan kesaksian betapa sedih dan hebatnya rasa kecewa ini karena ulah Tuhan. Tapi sungguh, aku hamba yang tak tahu diri!

Janji apa yang Tuhan harusnya penuhi pada hamba-Nya ini? Janji Apa?
Tidak ada.

Karena aku bukan pemilik semesta ini. Tak ada kekuatan rasanya untuk sekedar meminta Tuhan memenuhi keserakahan hamba-Nya. Memang tak ada.
Harus apa lagi?
Jika meminta untuk dikabulkan rasanya berlebihan, maka bisakah hanya meminta saja? Hanya meminta tanpa imbuhan keinginan untuk dikabulkan?

Apalah lagi yang hamba ini bisa hidupkan? Selain bernafas bersela doa dan syukur. Pemilik semesta ini tak pernah menagih uang kontrakan.
Kalau saja Tuhan itu perhitungan, habis diri ini dijualpun tak mungkin mampu penuhi itu.

Bersyukur sajalah dengan apa yang ada, jika telah pandai bersyukur, berita apapun yang Tuhan sampaikan, tak akan ada berat di hati,