April 1, 2022
Di atas mimpi pelarianku, ada seberkas penyesalan yang nyata, seperti hujan di awal Januari, yang sesekali datang ditemani kilat sebagai penyangganya-- aku menjadi takut, bukan sekedar menyesal.
"Apakah benar langkah yang aku jejaki?"
"Apakah akan berujung di hamparan bahagia? atau hanya angan sia-sia?"
Begitu, suara-suara gemercik kecil yang kerap muncul di ujung malam.
Aku seperti dalam labirin, dibutakan dinding-dinding kokoh yang terlalu tinggi, hingga letih mencari jalan keluar dan akhirnya hanya menahan perih keputusasaan. Andai... ketika itu aku memilih untuk tak memulai langkah. Andai... kala itu aku mengikuti keraguanku-- aku mungkin tak berada di tengah sesat ini.
Bisakah sekali saja, aku pinjam pintu keluar? kerap kali aku ingin punya jalan pintas, agar tak terjebak lika-liku yang tak kunjung berakhir. Mungkin sekali saja, jika pintu terlalu berat, bagaimana kalau jendela saja? Biarkan aku mengintip ada apa di luar sana. Mungkin ada kucing liar yang sedang berguling-guling di aspal? Mungkin setangkai mawar sedang mencoba merekah? Mungkin beringin sedang merindang?
Aku berada dalam jalan setapak. Ada kerikil-kerikil kecil di bawah kaki-ku, tanahnya bergelombang seperti ombak pasang-surut pantai selatan, terkadang aku melihat lubang-lubang kecil seperti sarang tikus tanah, mungkin? ada juga tunas - tunas rumput liar yang tak sengaja aku injak, setiap sudut liku-nya ada tanaman putri malu, tak banyak-- hanya beberapa. Kalau hujan turun, kaki-ku terasa seperti ditelan hidup-hidup meninggalkan jejak yang cukup untuk menjadi kubangan. Pada dindingnya, banyak tumbuhan rambat, sesekali mungkin aku menemukan kupu-kupu kecil berwarna putih salju, tetapi lebih sering aku temukan koloni nyamuk. Aku harap, tumbuhan rambat ini barangkali bisa berubah menjadi pohon markisa atau semangka, setidaknya, ketika matahari terik buahnya bisa melepas dahaga.
Labirin yang tidak indah, di mana akan berujung?