Dari Hati

Mengenangmu

22.23

Jika saja aku bukanlah aku, mungkinkah aku akan mengenalmu sebagai bayangan hitam? Akankah aku akan merasa begitu kehilangan ketika kau memang benar - benar pergi. Ini tahun kedua, tapi aku masih saja merasa kau akan kembali walaupun semua pikiran itu hanya membuatku semakin terpojok lagi.

Dua tahun lalu, terakhir kali aku menatapmu, dua tahun lalu kau masih berdiri di depan kelasku, tersenyum dan tertawa karena candaanmu sendiri. Dua tahun lalu, aku tak mengerti semua ini akan terjadi padaku. Dan sekarangpun aku masih sulit untuk mengerti apa yang terjadi. 

Jika saja aku tak pernah mengenalmu, mungkinkah aku takkan pernah berpikir tentangmu? Akankah langit malam akan tetap cerah? Ini tahun kedua, sudah terlalu lama untuk terus mengenangmu. Seharusnya semua sudah tak lagi menjadi cerita duka, bahkan seharusnya aku sudah bisa tersenyum untuk mengingatnya. Karena mungkin sekarang, kau ada ditempat yang lebih baik.

Aku mungkin terlalu egois untuk tetap ingin mengenangmu. Tak seharusnya kau masih ada dalam tulisan ini. Dua tahun lalu, dua tahun lalu! Semestinya sudah terkubur dalam - dalam, bahkan sangat dalam. Tapi kenyataanya, bahkan aku masih tak mau untuk mencoba mengerti. Mungkin aku terlalu takut untuk benar - benar terlepas darimu.
Seandainya kau katakan satu kata sebelum kau pergi mungkin tak akan menjadi seperti ini.
Mungkin cerita ini akan menjadi kenangan manis.
Mungkin aku akan mengerti.

Dari Hati

Masih Merangkai

15.17


 Ini tidak semestinya menjadi semak dan ilalang diantara belukar dan sayupnya suara rayap di bawah tanah. Ini belum usai, aku masih merangkainya. Aku tak semestinya menjadi rangkaian mimpi yang runtuh dimakan semut, bahkan aku masih mampu untuk merenggangkan tanganku menyentuh cita itu, walau hanya sentuhan tak menentu. Aku masih mencoba merangkai, namun aku sudah runtuh.
Masih ada resah tanpa arti, aku masih ingin menjadi mimpi bersama pelangi, bukan terinjak - injak oleh keangkuhan dunia. Aku masih ingin dilihat sebagai binar, bukan gelap yang dingin. Aku masih ingin menjadi senyuman, bukan air mata yang menghujam deras. 

Lalu, bagaimana? aku sudah terlanjur terurai. Mimpi itu sudah terlalu bercerai berai entah ke mana. Hanya ada satu. Mimpi kecil.
Aku masih mencoba merangkai, debu - debu bekas runtuhannya, jejak - jejak mimpi yang putus asa.

Aku belum putus asa, walau asa itupun hanya debu dalam jariku. Tapi aku masih memilikinya. 

Aku akan terus merangkai, sampai aku menjadi pelangi di seberang hujan sana, hingga semua melihatku sebagai binar dan warna, hingga aku tak lagi sakit terinjak - injak.