Malam, awal musim hujan yang gelap. Hari ini aku hanya mencoba terlelap di bawah selimut, mencoba memejamkan mataku setiap gemuruh guntur menyambar - nyambar melewati angin di atas sana. Jangan biarkan aku melihat kilatan, aku mohon...
Senja lain tanpa salam rindu matahari jingga, beberapa hari ini terasa kosong tanpa melihat sayap - sayap burung yang penuh rindu. Mereka pasti melewatkan banyak waktu. Sama seperti kisahku yang terhenti sesaat tanpa senja. Aku senang menggemakan rinduku di ambang sanja, hanya bersama kelap - kelip lampu jalan yang masih redup. Aku juga selalu menyerukan kerinduanku kepada siapapun, yang telah lama aku ingni temui dan selalu aku impikan wajahnya bertatapan denganku.
Ketika aku mulai lagi membuka kerinduanku, aku rasa ruang - ruang jantungku bergetar dan benang - benang di dalamnya melompat - lompat, sel - sel dalam otakku tertarik - tarik. Entah, sulit sekali menggambarkan apa yang aku rasakan. Dadaku tiba - tiba saja menjadi berat...
Sebenarnya, aku selalu bertanya - tanya. Sudah berapa lama tepatnya sejak terakhir kali aku melihatmu? Aku bisa menyebut diriku hebat, kan? Karena aku bisa mengubur kerinduanku jauh di bawah, hingga akhirnya secara tidak sengaja aku telah menggali tumpukan itu lagi dan berhasil menemukan kerinduan itu lagi.
Aku banyak mendengarkan lagu - lagu ballad yang mendayu, dan baru kali ini setiap nada - nada yang aku dengar menggambarkan cahaya - cahaya yang pernah aku lihat di setiap ujung matamu. Aku rasa, kerinduan itu mulai berjalan menuju puncaknya. Semuanya akan berujung pada bayanganmu di dalam pikiranku, walaupun aku tak tahu dengan pasti seperti apa rupanya kau sekarang, tapi itulah yang munculku di pikiranku saat ini. Hanya berkas matamu...