Demi rasa yang tuhan limpahkan pada semesta, mungkin rindu harus tetap berujung rindu. Agar hangat rasanya, dua orang saling merindu dalam jarak yang tak menentu. Kalaupun aku mampu untuk mengurai seberapa panjang jingga ini akan terbentang, tak pasti juga aku akan menemukanmu, pria manis yang mengisi anganku. Aku tak ingin mencari apalagi berlari menyusuri raut yang kau sisakan untukku tahu tempatmu berada. Aku tak berani menghadap, menatap, walau sekejap, entah apa, tapi aku ragu.
Dalam suatu rindu yang pernah aku tak mampu menahannya, saat itu sebuah mimpi yang tak pernah aku nanti hadir di sela keinginanku untuk senyap terlelap. Pria manis yang aku harap masih aku dapat katakan milikku, kau menyapaku dengan senyum berjuta rasa. Aku mampu melihat jelas bulu matamu bergerak-gerak mengikuti kedipan halusmu. Saat itu saja aku merasa terganggu, yang seharusnya aku merasa haru, tapi hanya tersisa ragu. Aku tak ingin mimpi itu hanya menjadi mimpi, tapi bahkan aku tak berani menginginkannya sebagai janji.
...
Mungkin tuhan membuatnya jalannya, di mana kita bertemu melalui birama-birama rumit yang kita suka memainkannya menjadi nada manis di ata piano. Mungkin itu juga mengapa, aku tak bisa menjaga dan berpura-pura untuk tidak gugup saat siapapun memainkan piano. Karena rasanya, aku ingin kembali pada saat itu, ketika nyanyian yang paling aku suka adalah raut lembut wajahmu yang bersahaja saat memainkan nada sederhana. Sederhana pun mampu membuatku jatuh berulang kali...
"Tahu mengapa lagu-lagu mu selalu menjadi yang terbaik?"
"Karena hanya aku yang mampu menangkap gelombangnya..."
Aku bergumam karena aku memang rindu,
bersama lagu indah Yiruma, river flows in you...