Dari Hati

...

14.16

Sudah, aku bilang sudah
Bagaimana mungkin aku akan biarkan dirinya menghilangkan aku dalam benaknya? Semua itu memang terlalu sulit untuk ku hadapi. Tapi apa lah daya, bahkan waktu-pun bungkam. Kepada siapa lagi aku akan bertanya? Siapa lagi yang bisa kuharapkan kesetiaannya untuk tetap meneropongnya dari kejauhan. Aku tak lagi setapak dengannya, tak lagi sama arah pandangku dengannya, tak lagi sama tujuan nafasku.
Memang sempat aku membekukan diriku dalam kisah yang terus menyudutkanku. Tapi, beku-nya diriku tetap tak bisa membekukan hatiku. Aku tetap merasakan kerinduan yang kian hari kian mencerca diriku. Kerinduan yang semakin membuatku tak bisa menerima semua kenyataan bahwa aku telah hilang dalam benaknya.

Bagaimana?

Bagaimana jika kau yang ada dalam nafasku?

Apa yang akan kau lakukan?

Ketika aku sudah mengakuinya dalam hatiku, ketika aku sudah memaksa hatiku untuk tetap yakin inilah perasaan yang nyata. Ketika semua sudah ada dalam yakinku, dalam setiap detak jantungku, lalu semuanya hilang begitu saja. Semua pupus dalam lewatan waktu, yang sebenarnya aku-pun tak pernah menyangka akan semua ini.
Memang, terkadang hidup ini akan membawamu jauh melambung, memberikan sejuta ceria yang akan selalu memberikan nyawa dalam langkah kakimu. Tetapi, terkadang hidup akan membuangmu, menghempaskanmu jauh dari senyum bahagia yang kau impikan. Mencerca, Menginjak - injak, bahkan menganiaya hingga dirimu menggigil bersama semua dusta.

Ini memang sulit untuk dikatakan 'nyata', tapi beginilah memang sejujurnya...

Semua tak selalu ada dalam jalanmu,,

Dari Hati

-Short Sharing-

20.52


Untuk kesekian kalinya aku merasa sepi di bawah remang bulan yang mengembang. Aku rasa kabut lorong ini terlalu tebal untukku sebrangi. Rinduku sudah tak bisa ku sampaikan padanya. Kian hari, aku kian merasa sedih akan hatiku. Aku sudah tak lagi membawa asaku terbang tinggi untuk mendapat senyum manisnya, hatiku sudah tak sanggup membawa lari harapan padanya. Mungkin memang semua hanya akan berakhir dalam lubang kenistaan.
Aku tak pernah mengindahkan adanya wanita cantik mengikutinya. Aku tak pernah peduli tentang bagaimana dirinya manis pada wanita cantik itu, tapi entah mengapa jarak selalu menaungi perasaan yakinku padanya. Aku sudah tak bisa lagi menanamkan segala asaku padanya. 

Sudah berkali aku menjerit dalam kebisuan lelapku. Aku membantai malam, mencerca bulan, bahkan memaki bintang yang tak pernah sampaikan lagi rinduku padanya. 
Aku hanya ingin rinduku tak pupus di tengah perjalanannya. Aku tak apa, jika dirinya tak balas rinduku, aku tak apa ketika dirinya tak anggap rinduku dalam benaknya. Bahkan aku tak apa, jika dirinya membuang rinduku.
Semua karena aku tak pernah mengharap balas darinya....

Dari Hati

I Miss You

10.19

Kabut malam memang sudah pupus dari sandaran mataku, tapi entah mengapa embun pagi masih terus terngiang di bawah sinar mentari. Bukankan seharusnya embun pun berlari ketika sinar menghampiri? Mengapa aku terus terbayang dalam titik - titik embun, yang setiap hari membawaku dalam kenangan yang dulu. Apakah diriku terlalu rindu kepadanya?

Aku sadar, aku kehilangan dirinya. Sahabat yang telah lama bersamaku untuk setiap keceriaan dan duka. Dia adalah penggubah air mataku menjadi pelangi dalam hari panjangku. Entah, kurasa aku berat untuk setiap kali membuka mataku. Ketika aku ingat, dirinya tak lagi hadir dalam kemesraan mentari dan hari. Ketika, aku menyadari, dirinya sudah memilih jalan lain untuk menggapai semua mimpinya.

Seutas kata memang terlalu sulit diungkapkan untuk menggambarkan kerinduanku. Tapi air mata juga sulit aku raih untuk mengobati hari yang kelabu tanpa dirinya. Aku terlalu rindu,  rindu, rindu. Setiap kali aku melihat burung bergemuruh bersama kawan - kawannya. Setiap kali aku melihat semut, merayap bersama kawan - kawannya. Dan aku yang melihat diriku, merindu tentang hari bersama kawanku.

Yah, beginilah hidup yang terus berputar seirama rotasinya. Aku sadar akan itu, aku akan mengalami ini. Inilah hidup nyata, bukan mimpi yang selalu indah, bukan dongeng yang ghaib. Tapi hidup, penuh dengan celah duka juga riuk kebahagiaan bersama.