Cerita Cendana

10.06


Langit hanya sedikit mendung, tak sampai gelap, tak sampai membuat penat. Awan hanya sedikit bergumpal-gumpal tebal, mungkin mereka rindu satu dengan yang lainnya, mungkin mereka hanya ingin memeluk erat yang lainnya, untuk nantinya kembali berjalan sendiri-sendiri sesuai arah angin, sesuai titah tuhannya.

Cendana berayun-ayun di bawah dahan pohon yang semoga saja tak rapuh, bernyanyi dalam hatinya, lagu lembut, dendang yang menggambarkan hatinya.

Kamu tahu? Gadis itu memandang ujung kakinya, yang dulu tak sebesar sekarang, yang dulu hanya seperti gigi-gigi kelinci. Apa yang dia pikirkan? Angin yang terdengar ditelinganya mendengus dengan nada yang berbeda, mungkin karena irama disektirnya juga telah berubah.

Perubahan. Keajaiban yang paling ditunggu oleh manusia adalah perubahan, akan seperti apa? Akan menjadi bagaimana? Yang selalu dinanti, perubahan...

Dalam kata lain, keajaiban yang paling menakutkan adalah perubahan, akan seperti apa? Akan menjadi bagaimana? Yang selalu menyimpan misteri, perubahan...

Ketika daun-daun kuning itu tak sengaja berguguran, tak sengaja pula ranting-ranting itu menjadi tak berpakaian. Kemudian kita ranting-ranting itu rindu tempatnya berpijak, pohon-pohon besar itu akan menjadi sendirian. Perubahan, bersama menjadi sendiri.

"...terkadang aku tak mengenankan jingga menjadi gelap, tak setiap kali aku suka musim panas menjadi beku, tapi aku bukan pemilik semesta ini, aku tak mampu mengurai panjang senja hingga tak terhingga, aku hanya mampu memandangnya dan menikmatinya jika aku suka, karena aku bukan pemilik semesta ini..."

You Might Also Like

0 komentar