Yang Membuatku Menderita Rindu Berkepanjangan...

20.20


"Awalnya catatan ini berjudul, Gemuruh dalam Diam. Catatan yang baru saja aku baca kembali dan aku tiba-tiba merasa lucu karena pernah menuliskan hal-hal murahan itu menjadi sebuah memo panjang. Entah ketika itu apa yang aku pikirkan, tapi aku senang bisa melihat kembali bagaimana aku telah tumbuh..."

...

Gemuruh hatiku, dalam pelupuk kesendirian...

Sepi membunuh kalbu...

Meremang dan menjadi gelap, goyah...

Mendesir, menghanyutkan helai nafas...

Menapak jalan dalam kesendirian, aku selalu mencoba untuk tak mengingatmu. Dalam himpitan waktu, apalah yang bisa aku perbuat, melihatmu telah berani berjalan dalam pilihanmu sendiri. Tak mungkin aku butakan mataku, tak mungkin aku pecahkan telingaku, tapi bukan juga hal mudah membiarkanmu tetap melangkah menjauh. Hatiku menjadi geram tak main-main...

Ini kesekian kalinya aku terdorong lenganku sendiri. Berlutut bisu, dalam benak takpun ada tinta cerah menampak. Kesekian kali merasuk dalam pikuk gemuruh hati penuh dusta. Beribu waktu yang aku tapaki, ini kesekian kalinya aku merasakan basah mataku. Di bawah remangan bulan yang kusut, tak membiarkan ada sela pada wajahku. 

Hanya bangku kayu ini yang mulai keropos, yang berkenan menerima tangisanku. Mungkin bangku kayu inipun telah merasakan kesepian, seperti hatiku. Sendiri, memandang angan-angan, menjamur di tengah masa, dan tak seorangpun mampu mengerti.

Hatiku yang benar-benar sedang kacau kehilangan orientasi. Dia yang musim gugur lalu, masih bersamaku, kini telah hilang dalam kerutan masa.

"Tak baik menangis sendiri di tempat seperti ini."

Kebisuanku tergoyah, seutas suara menghancurkan dinding-dinding lamunku. Menggetarkan jantungku, yang barusan saja masih berdetak santai. Tanpa berpikir apapun, mataku bergerak mencari pemilik suara itu.

"Seberat apa masalahmu?"

Aku langsung memberatkan pandanganku pada segaris mata kecil di situ. Jari-jariku bergerak cepat menghapus titik-titik air mata di pipiku. Menyela sedikit nafasku yang tersesak isan seduanku. Aku menggeleng pelan, tapi wajahku tetap saja menyedihkan.

Itu dia...

"Tanpa kau memberi tahuku, aku mengerti seberapa berat masalahmu..." katanya lagi, kini duduk di sebelahku. Sombong sekali! Seakan dia pernah menjenguk apa isi hatiku...

Aku terdiam, tersentak dalam. Aku baru saja tersadar. Belum usai kami bercengkerama, tiba-tiba sekelilingku berubah menjadi sunyi. Aku bahkan belum selesai melepas rindu, tapi ternyata barusan hanya ilusiku.

Dia masih tak berada didekatku, jauh entah di mana.

Yang lama telah membuatku menderita rindu berkepanjangan....

...

Memo ini tercatat tahun 2010, hanya beberapa bulan sejak kepergiannya.

Ternyata rindunya masih sama pekat.


You Might Also Like

0 komentar