Dari Hati

Hati yang Terbungkam

22.05


Dia yang senyumnya tak pernah rapuh tapi selalu merapuhkan jalanku. Segenap pandangan yakinnya yang justru membuatku semakin tersesak di garisku. Telah lama, dia susuri kerikil - kerikil di bawah redupnya biru yang membentang. Bahkan jauh lebih lama dari aku yang baru saja mengerti apa itu debu.

Entah...

Aku selalu saja membantah...

Aku tak pernah ingin menyadari bahwa dia yang selalu menggenggam erat pagar - pagar jalanan itu ternyata terlampau jauh menyentuh hatiku. Aku tak pernah ingin mengakui bahwa dia yang selalu berjalan dalam bisu ternyata bisa begitu dalam menyusuri setiap lapang - lapang hatiku.

Dia, yang hanya diam dalam kedipan matanya. Selalu saja bisa menangkap derai - derai sepi yang aku rasakan.

Dari Hati

Rindu

21.39


Masih benar kah aku, jika aku terus menerka tentang kabarnya selama ini? Apa tak terlalu berlebihan? Apa semua masi baik - baik saja? Lalu siapa yang akan menjawab pertanyaan ini? Apakah dia masih sama seperti dua tahun lalu? Masih senang tertawa sendiri oleh candaanya? 

Masihkah?
Aku hanya bingung, apa yang harus aku lakukan jika pertanyaan itu kembali mengembangkan balon - balonnya. Apa yang harus aku jadikan jawaban ketika aku memang sama sekali tak tahu apapun tentangnya. Hanya bersama angin yang mendengus, dan bersama rintik kecil hujan sore hari, bagaimana aku bisa dapatkan jawaban?
Kesal. Aku kesal ketika aku tak pernah mendapatkan jawaban yang aku inginkan! Tapi harus aku tujukan pada siapa kekesalan ini?

Rasanya mengherankan, aku tak pernah lelah untuk merasa seperti ini...

Dari Hati

Mengenangmu

22.23

Jika saja aku bukanlah aku, mungkinkah aku akan mengenalmu sebagai bayangan hitam? Akankah aku akan merasa begitu kehilangan ketika kau memang benar - benar pergi. Ini tahun kedua, tapi aku masih saja merasa kau akan kembali walaupun semua pikiran itu hanya membuatku semakin terpojok lagi.

Dua tahun lalu, terakhir kali aku menatapmu, dua tahun lalu kau masih berdiri di depan kelasku, tersenyum dan tertawa karena candaanmu sendiri. Dua tahun lalu, aku tak mengerti semua ini akan terjadi padaku. Dan sekarangpun aku masih sulit untuk mengerti apa yang terjadi. 

Jika saja aku tak pernah mengenalmu, mungkinkah aku takkan pernah berpikir tentangmu? Akankah langit malam akan tetap cerah? Ini tahun kedua, sudah terlalu lama untuk terus mengenangmu. Seharusnya semua sudah tak lagi menjadi cerita duka, bahkan seharusnya aku sudah bisa tersenyum untuk mengingatnya. Karena mungkin sekarang, kau ada ditempat yang lebih baik.

Aku mungkin terlalu egois untuk tetap ingin mengenangmu. Tak seharusnya kau masih ada dalam tulisan ini. Dua tahun lalu, dua tahun lalu! Semestinya sudah terkubur dalam - dalam, bahkan sangat dalam. Tapi kenyataanya, bahkan aku masih tak mau untuk mencoba mengerti. Mungkin aku terlalu takut untuk benar - benar terlepas darimu.
Seandainya kau katakan satu kata sebelum kau pergi mungkin tak akan menjadi seperti ini.
Mungkin cerita ini akan menjadi kenangan manis.
Mungkin aku akan mengerti.

Dari Hati

Masih Merangkai

15.17


 Ini tidak semestinya menjadi semak dan ilalang diantara belukar dan sayupnya suara rayap di bawah tanah. Ini belum usai, aku masih merangkainya. Aku tak semestinya menjadi rangkaian mimpi yang runtuh dimakan semut, bahkan aku masih mampu untuk merenggangkan tanganku menyentuh cita itu, walau hanya sentuhan tak menentu. Aku masih mencoba merangkai, namun aku sudah runtuh.
Masih ada resah tanpa arti, aku masih ingin menjadi mimpi bersama pelangi, bukan terinjak - injak oleh keangkuhan dunia. Aku masih ingin dilihat sebagai binar, bukan gelap yang dingin. Aku masih ingin menjadi senyuman, bukan air mata yang menghujam deras. 

Lalu, bagaimana? aku sudah terlanjur terurai. Mimpi itu sudah terlalu bercerai berai entah ke mana. Hanya ada satu. Mimpi kecil.
Aku masih mencoba merangkai, debu - debu bekas runtuhannya, jejak - jejak mimpi yang putus asa.

Aku belum putus asa, walau asa itupun hanya debu dalam jariku. Tapi aku masih memilikinya. 

Aku akan terus merangkai, sampai aku menjadi pelangi di seberang hujan sana, hingga semua melihatku sebagai binar dan warna, hingga aku tak lagi sakit terinjak - injak.

Dari Hati

Manusia Persimpangan

21.58


Aku hanya manusia yang berdiri di persimpangan. Nafasnya hanya sehela- helai rumput di sawah. Matanya selalu bulat tapi selalu kosong. Aku ini manusia penghuni persimpangan. Berjalan tapi entah ke mana hendak tujuannya. Bernyanyi tapi entah apa yang ternyanyikan. Berpikir tapi tak mengerti akhir pikirannya.
Aku manusia yang hidup di persimpangan. Antara merindukannya atau menginginkannya hilang. Terlalu bersimpang menurutku. Bingung dan selalu bingung. Tapi manusia persimpangan harus tetap jalan atau hanya akan menjadi rumput di tengah kerikil - kerikil kecil. Atau  bahkan hanya tempat pelarian para tuan hujan. Aku memang harus tetap berjalan, menyusuri jalan yang terus dalam persimpangan. Sebesar apapun ku ambil keputusan, persimpangan itu akan tetap mengikuti, aku memang manusia yang hidup untuk persimpangan.

Langit, yang aku pandangi, jingga hampir gelap. Burung - burung itu terlalu ceria untuk melihatku muram, mereka terbang melebarkan tulang - tulang sayapnya bersama kawan - kawan. Dan aku hanya bisa terpaku padanya, mencoba melupakan bahwa aku memang sendiri. Menutup kenyataan bahwa aku sedang meneteskan air mata.

Aku hanya mencoba untuk tidak peduli lagi dengan apa yang aku rasakan. Persimpangan ini terlalu rumit. Aku ingin berhenti, berhenti peduli pada rasaku yang seharusnya tidak untukku. Selalu menangisi dirinya setiap malam menggema. Seperti manusia bodoh, berhari - hari bersama bayangan semu.

Aku memang manusia di persimpangan yang jalan menysuri jalan tanpa tepi. Manusia persimpangan yang tetap bingung akan ke mana. Tapi jawabannya adalah, aku adalah manusia di persimpangan yang harus tetap berjalan...

Dari Hati

22.16

Terkadang angin membuatku iri pada debu...
Debu itu terbang kepadamu lalu kau menyentuhnya...
Aku iri pada debu yang kian mudah memelukmu, menari dalam genggamanmu, rasakan rindu itu terbang terbawa sayupnya angin yang menerpa...
Mengapa kau begitu dekat dengan debu? Lalu denganku tidak...
Langkah ini selalu beserta rindu...
Aku tak suka bahwa aku rindu padamu...
Aku tak suka bahwa kau membuatku rindu...


Dari Hati

Siang di depan Padang Hijau

12.43

Padi padi itu hanya diam, padahal biasannya menari riang...
Angin juga membisu, padahal biasanya merengek jika tak disapa...
Siang ini matahari bersama sinarnya, memancarkan hangat tapi hanya sedikit membuatku berkeringat...
Aku banyak herannya hari ini...
Tak seperti biasanya padang itu sunyi tanpa kupu kupu dan juga kumbang merah...
Aku resah jika mereka tiba - tiba menghilang...
Bagaimana jika semuanya akan benar - benar menghilang?
Entahlah, semua pikiranku hanya untuk keresahan dan ketakutan...


Dari Hati

Tuhan, Sederhanakan Aku

17.58

Hujan, senja ini begitu gelap. Hujan, aku takut ketika langit akan benar - benar gelap. Hujan aku bingung harus berjalan ke mana. Hujan, aku tak mengerti langkah ini akan membawaku ke mana. Aku hanya tahu, aku akan tetap berjalan walaupun entah langit akan menjadi pekat. Hujan, aku tak ingin gelap ini terus bersamaku.
Hujan, apakah kalian tahu? sungguh banyak hati ini menginginkan aku terus menatap langit. Tapi, aku takut ketika nanti langit runtuh. Aku takut, ketika aku tahu bahwa langit akan menimbunku bersama rayap - rayap menggelikan itu. Hujan, apakah kau tahu? mengapa banyak ketakutan yang memburu diriku? Semua karena aku selalu inginkan apa yang terlalu jauh di sana. 

Hujan, apakah kau mau dengarkan do'aku pada Allah di sana? Hujan, aku selalu minta pada-Nya untuk menyederhanakan aku. Aku mungkin sudah terlalu lelah melihat mimpi - mimpi itu mengejarku.

Tuhan, aku ingin menjadi seseorang yang sederhan, seseorang yang selalu bisa menyadari semua kenikmatan-Mu. Tuhan, aku ingin menjadi sederhana, seperti abu yang ringan tertiup angin, begitu sederhana. Seperti suara tangis jangkrik dalam sunyi malam, begitu sederhana.

Tuhan, sederhanakan aku...
 Agar aku bisa menerima setiap kegagalan..
Agar aku selalu bisa sadar kekurangaku..
Tuhan aku ingin sederhana seperti semut yang berjalan...

Dari Hati

00.37

Malam...
Yang tak pernah lupa akan rindu
Rindu itu seperti hatiku,,
Adakah yang mengerti bagaimana hatiku?
Ada, dia...
Terlampau lepas dia pernah rekam hatiku...
Tanyakan saja padanya,,
Tentang rindu yang dia bawa lari...
Entah ke mana, entah di mana...

Dari Hati

Melihat Diriku

21.53


Remang yang sinis ini sungguh dingin termenung tanpamu. Raupan cahaya yang tertutup embun tak akan pernah hapus sepinya tiupan angin tanpamu. Ekor bintang itu mulai menjuntai menitip salam terakhir pada malam, tak lama lagi malam akan benar - benar gelap. Seperti remuknya rinduku dalam kotak tanpa lilin. Seperti rintihan tak tergapai di dasar hati tanpa sinar.

Aku tidak bohong apalagi mengada - ada. Bukan maksudku ingin memintamu kembali, memamerkan betapa rasa ini berjalan tanpamu. Tapi aku hanya ingin berbisik pada kuncup - kuncup kunang yang berterbangan. Mungkin mereka yang akan bisa mendengarkanku. Tak seperti jejak - jejak yang hanya bisa katakan yang sebenarnya aku tak bisa lakukan.
Aku tak ingin harapan, harapan yang terlalu tinggi. Membuat tumitku terlalu berjinjit dan lenganku lelah untuk menggapai. Aku tak ingin mimpi yang hanya akan membawa duka, nafasku yang lelah berburu ketika mimpi itu menagih untuk dipenuhi. Membuat mata ini lelah menyesal ketika tak satupun ada yang aku raih bahkan aku sentuh.

Aku ini sederhana saja, perempuan kecil yang tak ingin macam - macam. Aku ini baru saja mengenalmu, baru saja melihatmu kemarin di sela hujan, tapi sudah kehilanganmu begitu saja. Cukup saja berkhayal kecil tentangmu, yang hanya membuat hati ini tergelitik suka tapi duka.
Sederhana saja untuk mengertiku, tak perlu hingga mengaduk - aduk memori, hanya lihat saja mataku yang besar. Mata besar yang tak menyimpan apapun. Aku ini sederhana, sekalipun sederhana hingga aku tak memiliki apapun untuk diperlihatkan.

Aku ini sederhana, tapi tak begitu dengan hatiku yang tak sesederhana semut jalan di atas benang. Terlalu banyak hujan yang tajam, asap yang perih, dan embun yang dingin. Terlalu berduri, berjaring, dan berliku. Entah seperti apa tampaknya, tapi itu yang lebih aku rasa.