Dari Hati

Suatu Saat Nanti

22.01


Suatu saat nanti, aku ingin terbang
Bersama sepasang sayap yang tak mudah rapuh
Menyusuri  angan dan asa di atas awan
Suatu saat nanti aku ingin terbang
Menyusuri mimpi - mimpi yang karam
Aku ingin terbang dan tak ingin kembali
Terus terbang tak berpijak
Seperti awan dan langit biru
Di atas bebas

Dari Hati

Seperti Nafas

16.03


Langkahpun seperti nafas, datang kemudian pergi. Tak beda jauh dengan jejak di atas pasir, kemudian hilang. Baru saja aku menarik nafas, baru juga aku menghempaskannya. Sederhana. Setelah sapaan hangat selamat datang, kemudian selamat tinggal tak pernah ketinggalan. Semua satu paket. Bukan masalah waktu, bukan juga karena setelah hari ini masih ada esok dan esoknya lagi. Tapi, semua tentang setiap pertemuan yang mengesankan.
Pertemuan itu hangat, sama seperti matahari pagi. Perpisahan tak kalah dingin dengan embun - embun penutup malam. Hidup itu sudah ada lintasnya, harus begini kemudian begitu. Tapi semua akan sampai pada satu titik,
PERSIMPANGAN SALAM KENAL DAN SALAM RINDU

Dari Hati

Harapan

20.13

Setelah hujan, setelah badai

Kembali cerah, kembali bersinar

Aku tak sebaik mereka

Tak sempurna

Tapi harapan tak pernah ada batasan


Dari Hati

21 Mei 2012

23.31

Aku membenci, kemudian mencintai...

Aku mencela, kemudian memuji...

Seperti itukah hidup?

Aku bahagia, dan terkadang aku bersedih

Semua datang dalam satu ikatan

Senang dan sedih dalan satu ikatan

Cinta dan benci dalam satu satuan

Celaan dan pujian dalam satu rangkaian
Bukankah begitu adil hidup ini?
Tak perlu memikirkan mau makan apa besok,
Tak perlu berburuk sangka pada awan awan yang menggumpal hitam
Karena ada lapar pasti nanti ada kenyang,
Karena ada hujan pasti nanti ada pelangi
Hanya tinggal mengendalikan dinamika yang Tuhan berikan

Dari Hati

Sky

22.16


Langit,
bersama putih, terangkai indah di tempat tak terjangkau
sebelum hujan, setelah matahari, tetap biru
Kerlingannya manis, semanis kicauan burung di bawahnya
Langit biru,
Di tepi pasir pantai, terlukis tak terhingga cantiknya
Selalu riang, bersama bintang

Dari Hati

Ambisi

22.02

Aku takut, lama kelamaan aku akan tertelan oleh ambisiku sendiri

Aku takut, jika nanti ambisiku sendiri yang akan mengambil kemudi hidupku

Tak semudah meniup lilin yang menyala, ambisi itu bisa jadi seperti debu, selalu ada walau tak pernah terlihat

Bahkan sekarang aku sedang dibuat bingung oleh ambisiku sendiri

Terlalu banyak

Terlalu tinggi

Itulah aku, ambisinya jauh lebih besar dibandingkan kemampuannya


Dari Hati

Hati yang Terbungkam

22.05


Dia yang senyumnya tak pernah rapuh tapi selalu merapuhkan jalanku. Segenap pandangan yakinnya yang justru membuatku semakin tersesak di garisku. Telah lama, dia susuri kerikil - kerikil di bawah redupnya biru yang membentang. Bahkan jauh lebih lama dari aku yang baru saja mengerti apa itu debu.

Entah...

Aku selalu saja membantah...

Aku tak pernah ingin menyadari bahwa dia yang selalu menggenggam erat pagar - pagar jalanan itu ternyata terlampau jauh menyentuh hatiku. Aku tak pernah ingin mengakui bahwa dia yang selalu berjalan dalam bisu ternyata bisa begitu dalam menyusuri setiap lapang - lapang hatiku.

Dia, yang hanya diam dalam kedipan matanya. Selalu saja bisa menangkap derai - derai sepi yang aku rasakan.

Dari Hati

Rindu

21.39


Masih benar kah aku, jika aku terus menerka tentang kabarnya selama ini? Apa tak terlalu berlebihan? Apa semua masi baik - baik saja? Lalu siapa yang akan menjawab pertanyaan ini? Apakah dia masih sama seperti dua tahun lalu? Masih senang tertawa sendiri oleh candaanya? 

Masihkah?
Aku hanya bingung, apa yang harus aku lakukan jika pertanyaan itu kembali mengembangkan balon - balonnya. Apa yang harus aku jadikan jawaban ketika aku memang sama sekali tak tahu apapun tentangnya. Hanya bersama angin yang mendengus, dan bersama rintik kecil hujan sore hari, bagaimana aku bisa dapatkan jawaban?
Kesal. Aku kesal ketika aku tak pernah mendapatkan jawaban yang aku inginkan! Tapi harus aku tujukan pada siapa kekesalan ini?

Rasanya mengherankan, aku tak pernah lelah untuk merasa seperti ini...

Dari Hati

Mengenangmu

22.23

Jika saja aku bukanlah aku, mungkinkah aku akan mengenalmu sebagai bayangan hitam? Akankah aku akan merasa begitu kehilangan ketika kau memang benar - benar pergi. Ini tahun kedua, tapi aku masih saja merasa kau akan kembali walaupun semua pikiran itu hanya membuatku semakin terpojok lagi.

Dua tahun lalu, terakhir kali aku menatapmu, dua tahun lalu kau masih berdiri di depan kelasku, tersenyum dan tertawa karena candaanmu sendiri. Dua tahun lalu, aku tak mengerti semua ini akan terjadi padaku. Dan sekarangpun aku masih sulit untuk mengerti apa yang terjadi. 

Jika saja aku tak pernah mengenalmu, mungkinkah aku takkan pernah berpikir tentangmu? Akankah langit malam akan tetap cerah? Ini tahun kedua, sudah terlalu lama untuk terus mengenangmu. Seharusnya semua sudah tak lagi menjadi cerita duka, bahkan seharusnya aku sudah bisa tersenyum untuk mengingatnya. Karena mungkin sekarang, kau ada ditempat yang lebih baik.

Aku mungkin terlalu egois untuk tetap ingin mengenangmu. Tak seharusnya kau masih ada dalam tulisan ini. Dua tahun lalu, dua tahun lalu! Semestinya sudah terkubur dalam - dalam, bahkan sangat dalam. Tapi kenyataanya, bahkan aku masih tak mau untuk mencoba mengerti. Mungkin aku terlalu takut untuk benar - benar terlepas darimu.
Seandainya kau katakan satu kata sebelum kau pergi mungkin tak akan menjadi seperti ini.
Mungkin cerita ini akan menjadi kenangan manis.
Mungkin aku akan mengerti.

Dari Hati

Masih Merangkai

15.17


 Ini tidak semestinya menjadi semak dan ilalang diantara belukar dan sayupnya suara rayap di bawah tanah. Ini belum usai, aku masih merangkainya. Aku tak semestinya menjadi rangkaian mimpi yang runtuh dimakan semut, bahkan aku masih mampu untuk merenggangkan tanganku menyentuh cita itu, walau hanya sentuhan tak menentu. Aku masih mencoba merangkai, namun aku sudah runtuh.
Masih ada resah tanpa arti, aku masih ingin menjadi mimpi bersama pelangi, bukan terinjak - injak oleh keangkuhan dunia. Aku masih ingin dilihat sebagai binar, bukan gelap yang dingin. Aku masih ingin menjadi senyuman, bukan air mata yang menghujam deras. 

Lalu, bagaimana? aku sudah terlanjur terurai. Mimpi itu sudah terlalu bercerai berai entah ke mana. Hanya ada satu. Mimpi kecil.
Aku masih mencoba merangkai, debu - debu bekas runtuhannya, jejak - jejak mimpi yang putus asa.

Aku belum putus asa, walau asa itupun hanya debu dalam jariku. Tapi aku masih memilikinya. 

Aku akan terus merangkai, sampai aku menjadi pelangi di seberang hujan sana, hingga semua melihatku sebagai binar dan warna, hingga aku tak lagi sakit terinjak - injak.