Diary

Yang tak Sempat Terucap

12.52


Hanya seperti musim hujan yang mulai lelah dan siap untuk terlelap kembali, walaupun aku belum lelah tapi kisah-kisah ku tiga tahun ini mungkin sudah menemukan episode akhirnya, atau juga karena mereka telah lelah untuk merangkai setiap alur ceritanya untukku, seperti itulah akhirnya aku harus menjumpai lagi perpisahan lain yang pasti akan membuatku selalu rindu.

Selalu saja, ketika hatiku merangkai perasaan menuju tiga tahun yang telah berlalu, aku tak pernah menghadirkan hanya seseorang, keramaian dan gaduh yang aku rindukan itu datang bersama, yang aku temui adalah kenangan mengenai kita yang pernah memakai pakaian seragam yang tidak istimewa, duduk di atas kursi yang sama kenangannya, di bawah atap tinggi yang aku harap jangan pernah runtuh walaupun lama kelamaan akan rapuh, di antara lorong kecil yang setia menunggu hujan reda.

Untuk teman-teman yang selalu memberikan bayangan luar biasa tentang kehidupan, untuk tiga tahun yang telah terlewat, kalian tak mungkin melupakanku kan? Jikapun suatu saat nanti kalian tak ingat aku, aku tak yakin apakah aku telah bisa memudarkan kenangan kita.

Bagaimanapun, kita pernah berjalan dengan cerita-cerita lugu yang sama. Aku, kamu, dan kita pernah sama-sama tak istimewa. Tapi aku harap ketika nanti kita akan bertemu, kita sudah menjadi manusia yang istimewa.
Kehidupan apa yang akan aku lihat nanti? Buku apa yang akan kalian baca nanti? Jalan seperti apa yang akan kalian lewati? Angin sedingin apa yang akan membuatku meringkuk nanti? Seberapa lama hujan akan menutup hari-hari kalian? Kisah apa lagi yang akan terjadi, entah, tapi kita akan menemuinya segera.
Walaupun nanti kita akan memiliki jawaban yang berbeda, aku berharap kalian tak pernah sungkan untuk membaginya. Aku berharap nanti kalian akan tetap berlari ketika menemuiku, masih ingin memberikan pelukan yang bahkan lebih hangat, dan berbagi cerita yang lebih menggetarkan.
Kita akan bertemu lagi, kan? Kalian masih inginkan untuk melihat bagaimana aku nanti, kan? Kalian masih akan sempat menyelipkan rindu di sela waktu yang berlalu, kan? 

-where the memories will never fade away-

Please welcome yourself into your very own a whole new world. When later, you feel like life is too hard for you to go through, when yells come straight from your left and right, when winds blow you hard, remember that we did have something hard in our past, and see? We have come this far, we have passed through any times. 
You guys, you know it I love you all so much, so much that I am not sure how it will turn. When you believe you can't be good, at least don't ever think to create harms. Fighting!



-for Avicenna and Generous, who have brought me into an indescribable world-

Dari Hati

Sebentar Lagi...

16.45


Langit masih menunjukkan misterinya, gelap yang legam terkadang bersama badai. Mungkin sudah lebih dari ribuan helai daun menyerahkan diri pada angin, tak mampu berpegang lagi pada ranting yang juga terlihat ingin mati saja...

Musim hujan akan segera menyerah, sebentar lagi. Walau angin-angin itu masih belum ingin berhenti, tapi aku yakin senja yang hangat akan cepat datang lagi. 
Menanti senja masih menjadi waktu yang aku rindukan, melihat ilalang-ilalang yang menari tertiup kejinggaan mega. Tahukah kau? Terlalu banyak kata yang aku simpan dan akhirnya hilang dibalik selimut tebal ini.
Hal yang indah di sini, menggelembung dihatiku, betapa ternyata aku telah terlalu merindukan gadis musim dinginku. Rindu itu kian menjadi indah, setelah akhirnya aku tahu di mana jejakmu sekarang. Walau salju tak mengizinkan ku melihat jejak tapakanmu, tapi ranting-ranting beku itu telah menunjukkan jalan.
Di sana, di tempat yang akhirnya aku tahu, jangan biarkan hujan membasahimu. Berdiamlah di rumah hingga badai usai. Dingin di luar begitu tajam, sedikit lagi. Aku akan menemuimu lagi, di setiap sela senja yang jingga. Lewat sayap-sayap burung perantau yang juga rindu, lewat bertumpuk-tumpuk hangat di ujung barat. 



Dari Hati

Sesal

11.23

Rasa sesal itu tak akan pernah sirna, pada kehidupan siapapun, aku juga yakin bahwan putri saljupun tahu apa rasanya menyesal.

 Awan ataupun matahari, mereka datang dengan cara yang tak pernah aku duga. Entah teduh ataupun cerah. Aku percaya, jika seseorang pernah menulis bahwa waktulah satu-satunya yang bukan makhluk yang paling rakus. Waktu-waktu itu hanya berputar, tak meninggalkan jejak, tiba-tiba saja pagi menjadi gelap, tiba-tiba saja aku telah berada hampir di ujung jalan.
Waktu-waktu itu yang memakannya, kan?
Siapa kalau bukan dia?
Tak pernah kenyang?
Atau tak mengerti arti lapar?
Sesal itu, selalu memaksaku untuk mencari sebuah pelampiasan, mencari seorang yang pantas aku kambing hitamkan, bukan memang aku yang ingin, tapi memang rasa sesal itu yang memaksaku untuk melakukan itu. Dan, akhirnya semua mengarah pada detak jarum yang tak akan pernah berbalik arah.
Aku baru saja sadar, terlalu lambar sebenarnya untuk sadar, bahwa aku ternyata telah berdiri sejak lama dengan tangan kosong, tanpa jaring penangkap serangga, tanpa garam untuk mengusir ular, tanpa apapun. Inikan yang namanya rasa sesal? Aku baru menyadarinya ketika kumbang-kumbang beracun berterbangan dii atas kepalaku, ketika beribu ular melingkar menghadangku, ketika aku tahu aku telah tak tahu bagaimana caranya menuju ke sana, ke tujuan akhirku. 

Aku menyesal,
Mengapa setelah tersandung batu besar?
Aku menyesal,
Aku baru tahu aku butuh perisai

Dari Hati

Serbuk Debu

19.48

Pagi tadi, aku meniup-niup debu-debu abu yang bersarang lemah di atas sepatuku, tiba-tiba saja aku merasa takjub ketika aku melihat serbuk-serbuk itu terbang diantara berkas-berkas embun, entah mengapa, itu terlihat seperti keajaiban...




Debu yang kulihat itu pasti ringan, bahkan mungkin sehelai rambutku masih beribu-ribu lebih berat. Debu itu datang dari jauh, mengapa memilih menetap di atas sepatuku? Mengapa memilih untuk bertemu denganku? Padahal, akhirnya mereka akan ku tiup, bahkan aku tak menyapanya sama sekali. Untuk apa debu seperti itu, tanpa mereka sepatuku saja sudah terlihat begitu lusuh.


Aku bahkan tak berpikir untuk mengucapkan selamat tinggal,

Tapi aku baru saja takjub, melihat kenyataan bahwa debu itu mampu terbang diantara ribuan titik-titik yang lebih pekat. Bagaimana jika aku adalah serbuk debu? Aku pasti akan lebih mampu terbang...

Di titik ini, hidupku selalu membangunkanku tiba-tiba ditengah malam, berteriak dan memaki, sejauh apa aku telah berjalan, sejauh apa aku telah terbang, dan mengancamku jangan sampai aku mendarat. Aku sedih, karena sekarang aku belum mampu menjawab, entah belum mendapatkan jawaban, atau terlalu malu untuk menyatakan kenyataan yang ada.
Terkadang aku ingin sekali menjadi debu-debu itu yang bahagia saja walaupun dilirik sinis oleh orang-orang, yang bahagia saja walau telah terusir ribuan kali, yang bahagia saja dan terus bisa terbang. Debu kecil itu, yang aku anggap hanya menambahkan predikat lusuh pada sepatuku. Akupun ingin seperti mereka...

Untuk debu yang tadi pagi terbang entah sekarang di mana,
Bermuaralah ditempat yang indah, 
Bisakah kau tidak membuatku iri?
Jangan terus bahagia, ketika orang-orang mengusirmu,
Sedih sedikit-sedikit juga tak apa,
Perjalananmu, aku ingin memilikinya,
Debu kecil,
Nanti, aku akan terbang lebih jauh dibanding denganmu,
Aku akan lebih bahagia dan bersahaja,


Dari Hati

"Selamat Ulang Tahun..."

23.59


Rindu itu sederhana, ketika aku menyadari aku telah memiliki banyak kisah dan kenangan, ketika aku tahu bahwa aku telah menghabiskan beribu-ribu hari, dan aku rindu setiap berkas cahaya yang pernah memberiku jalan hingga aku sampai di sini.
Bulu mataku tak panjang, tapi aku cukup bahagia ketika mereka tetap berada di sana melindungi mataku dari debu dan kumbang-kumbang nakal. Beribu hasil pena yang aku telah baca, karena Tuhan tetap memberiku kepercayaan tulusNya untuk menitipkan mata ini hingga kini.

Rindu yang rimbun
Hati yang tambun
Senyum yang santun
Dan hijaunya daun-daun
Hanya itu,
Bahagiakupun akan meluap-luap
Hanya itu,
Aku mungkin akan lupa bagaimana cara menguap
 Dan hanya itu,

Tuhan telah memberiku ruang istimewa diantara semut dan kumbang yang berterbangan. Tak seperti laron-laron yang buta di kegelapan, aku tetap suka malam-malam legam yang hangat dan megah. Dengan begitu, mata-mata yang sayu hanya terlihat seperti remang-remang, dengan begitu, aku dapat merebah.

Banyak mimpi-mimpi yang menunggu...
#Pesan istimewa untuk Tuhan,
Aku tak bisa mengungkapkan bagaimana rendah lagi aku dihadapanMu.
Jangan buat rasa syukurku habis,
Aku akan takut
.

Dari Hati

Mengenang, 2013...

00.00



Sebagaimana seharusnya nafas itu merasuk dalam setiap sel-sel, sebagaimana mestinya matahari datang di setiap akhir mimpi. Sebagaimana yakinnya air mata jatuh menemani kesedihan yang resah diantara tangisan jangkrik. Sebagaimana dinginnya gelap memenuhi hidup. Sebagaimana juga, malam ini 31 Desember 2013 hujan tak ingin lekang.
 "Rangkai jari-jariku sedikit beku"
Jauh dari anganku, aku menginginkan awal tahun yang cerah bersama bintang, kalaupun bisa lindungi langitku dari percik-percik kembang api yang tak tulus.
Aku akan memulai kenanganku, bersama kata dan nafas yang aku sisakan untuk malam ini, malam terakhir 2013, yang aku harap akan menjadi gerbang untuk kawat-kawat yang akan menjadi tempatku nanti menggantung setiap mimpiku, di tahun selanjutnya, di tahun yang aku harap akan menjadi penuh senyuman, di tahun yang aku harap akhirnya membuatku menjadi dewasa, di tahun yang aku harap Tuhan masih memberiku kepercayaan untuk sekali lagi mencoba menjadi manusia yang tak lepas dari tuntunan-Nya. 
Tahun 2013, bukan tahun yang bisa aku lewati dengan mudah. Di sini, aku banyak menemukan banyak hal yang membuatku lebih menjadi manusia, sisi lain dari dunia ini, mungkin beberapa bagiannya sudah aku lihat, akhirnya...
Malam ini aku sangat bersyukur bahwa aku terlahir dengan mengakui Tuhan yang tak pernah lupa membuatku terus memulai hari lain setiap pagi. Yang telah membiarkanku mengintip sedikit apa artinya indah dengan senja, jingga-Nya yang merona selalu menghangatkan tirai jendelaku, meniup-niup ujung-ujungnya sedikit.
Tidak sedikit kisah rindu yang pernah aku coba tuliskan di sini, bahkan mungkin kata rindu itu sulit untuk dihitung. Selain menuliskannya, aku tak memiliki daya untuk melakukan hal lain. Aku bahkan terlalu sulit untuk membayangkan seperti apa rupanya sekarang, apa yang dilakukannya, di mana, mungkinkah aku tak pernah sekilas hadir sebagai sedikit kenangan. Itu yang hanya bisa aku gambarkan, karena memang sesungguhnya rindu seperti itu yang setiap kali membangunkanku di tengah malam. 

"Hari ini aku kembali bertemu dengan malam tahun baru, 31 Desember...
Kapan terakhir kali kita berada dekat pada hari-hari seperti ini?
I wish I can make a good living, just as I wish you will have one.
It's just few days later that finally I reach my seventeenth,
Don't you want to see me? Sing me a happy birthday?
I'll finally grow, don't you want to see how I've grown so well?"

Dari Hati

16.39

 gadis musim dingin.
Pertama kali yang jari mungilnya sapa adalah angin musim dingin yang menyelip lewat sela-sela jendela kayu yang rapuh. Kelopak matanya yang lemah berkedip-kedip perlahan, menahan dingin yang menyapa sekilas wajahnya. Gadis musim dingin, yang hatinya seputih salju. Cantik dan lembut. Bulu mata keritingnya menjadi saksi, siapapun berani mempertaruhkan nyawanya demi melindungi seorang gadis mungil dari dinginnya akhir Desember.
Walaupun nanti akan menghilang, gadis mungil itu tak mungkin terlupakan. Bunga - bunga salju itu selalu menjadi penjaganya. Langkah - langkah kecil yang tidak pernah berhenti, jelas tergambar di atas salju-salju malam yang masih bersemayam.
Aku mengatakan ini, karena hingga sekarang aku masih menganggapnya sebagai gadis mungil yang terlahir di musim dingin. Walaupun dia bukan seorang gadis mungil, tapi caranya menggenggam tanganku dan menatapku seperti gadis itu. Hangat dan penuh ketulusan, seperti memintaku untuk menjaganya dari dingin yang kapanpun bisa hadir.

Aku mengatakan ini karena aku ingin menangis, begitu saja pergi. Musim dingin akan selalu datang, dan setiap salju yang turun, membuatku ingin bertemu dengannya yang seperti gadis mungil.  
All day I hesitated...
How I supposed to pass every winter by myself,
with every longing for you,
In a cold wind, with my frozen hand.. 



Dari Hati

18.51



Malam, awal musim hujan yang gelap. Hari ini aku hanya mencoba terlelap di bawah selimut, mencoba memejamkan mataku setiap gemuruh guntur menyambar - nyambar melewati angin di atas sana. Jangan biarkan aku melihat kilatan, aku mohon...
Senja lain tanpa salam rindu matahari jingga, beberapa hari ini terasa kosong tanpa melihat sayap - sayap burung yang penuh rindu. Mereka pasti melewatkan banyak waktu. Sama seperti kisahku yang terhenti sesaat tanpa senja. Aku senang menggemakan rinduku di ambang sanja, hanya bersama kelap - kelip lampu jalan yang masih redup. Aku juga selalu menyerukan kerinduanku kepada siapapun, yang telah lama aku ingni temui dan selalu aku impikan wajahnya bertatapan denganku.

Ketika aku mulai lagi membuka kerinduanku, aku rasa ruang - ruang jantungku bergetar dan benang - benang di dalamnya melompat - lompat, sel - sel dalam otakku tertarik - tarik. Entah, sulit sekali menggambarkan apa yang aku rasakan. Dadaku tiba - tiba saja menjadi berat...

Sebenarnya, aku selalu bertanya - tanya. Sudah berapa lama tepatnya sejak terakhir kali aku melihatmu? Aku bisa menyebut diriku hebat, kan? Karena aku bisa mengubur kerinduanku jauh di bawah, hingga akhirnya secara tidak sengaja aku telah menggali tumpukan itu lagi dan berhasil menemukan kerinduan itu lagi.

Aku banyak mendengarkan lagu - lagu ballad yang mendayu, dan baru kali ini setiap nada - nada yang aku dengar menggambarkan cahaya - cahaya yang pernah aku lihat di setiap ujung matamu. Aku rasa, kerinduan itu mulai berjalan menuju puncaknya. Semuanya akan berujung pada bayanganmu di dalam pikiranku, walaupun aku tak tahu dengan pasti seperti apa rupanya kau sekarang, tapi itulah yang munculku di pikiranku saat ini. Hanya berkas matamu...

Dari Hati

Senjaku Terlelap...

16.50

Tiap senja kini bukan lagi awan yang merona, tapi hanya hujan bersama angin yang membawa kabur debu - debu di depan jendela kamarku.


Musim hujan sudah datang lagi, aku harus menahan keinginanku untuk melihat jingga di ujung jendelaku. Setidaknya untuk enam bulan ke depan. Sampai jumpa lagi, april tahun depan, aku tak akan lelah menunggumu...

Langit yang merona...

Aku harap senjaku beristirahat dengan lelap dibalik helai hujan. Aku harap Tuhan akan menjagamu dibalik gemuruh badai. Aku harap enam bulan waktu yang indah dan menyenangkan untukku dan untuk senja di balik sana. Biarkan saja, hujan ini turun hingga lelah nanti, kemudian senja akan mengambil alih lagi langit bersama garis - garis senja yang berbinar.

Hingga nanti waktu datang, jangan gerakkan sedikit kelopakmu untuk terbangun, berbaringlah di bawah selimut tebal yang hangat. Simpan ronamu, hingga april tahun depan, aku harap aku masih di sini dan membangunkanmu. 

Aku harap, kita bertemu lagi, mengantarkan burung - burung pada sarangnya, memanggil bulan dan venus untuk hadir di malam yang legam.

Dari Hati

Tentang Senja

16.57


Untuk penggemar senja sepertiku, pagi terlihat sangat menyeramkan.
Sekalipun, angin terlembut berhembus, pagi tak akan pernah terlihat indah seperti apa yang mereka katakan. Aku tak suka, ketika matahari datang dan membuat langit menjadi cerah dan bergelora. Mengungkapkan tangis - tangis di balik mata - mata sayu, mengungkapkan kesepian di balik bibir yang bergetar.

Setiap pagi, hanya membawa kesedihan lain...

Apapun yang orang - orang bilang tentang memulai kembali kisah yang telah lelap, aku tak pernah tertarik untuk menghitungnya sebagai bagian dari hidupku. 

Senja, bukan yang lain. 

Bersama jingga yang meredup kemudian hilang di balik awan - awan biru legam. Ambang senja yang indah, ketika rindangnya rinduku padamu hanya terlihat seperti remang - remang.