Dari Hati

Bergumam dalam Benak Pilu

20.27


Selalu dalam rayuan angin, aku terbawa kembali pada kisah lalu yang sudah seharusnya pergi beriringan dengan hilangnya bintang yang tak pernah kembali lagi. Salam sedih dalam bayang suara yang sedikit serak mengalun samar di sela helaan nafas yang sesungguhnya berat. Seruan lemah tanpa senyum yang gempar dan tak hentinya mengikis ceriaku. Aku memang begitu mudah terbuai dalam cerita lampau, entah sesesak apa nafasku dalam reremang cerita yang terlalu banyak memanggil air mata.
Aku telah setia pada senja untuk terus berjalan walau telah habis lilin terbakar. Tapi, aku tak bisa raih kebahagiaanku untuk terus tersenyum kala jejaknya kembali tergambar. Lelah membakar tegarku, tak mudah untukku acuh kepada sapaan masa lalu itu. Kala tegarku hanya tinggal abu, tak lah berarti hatiku menahan sedih dan tangis. Lemah memang benar lemah...

Dari Hati

Senja Melepas Dirinya

19.34


Riak yang mengembang di antara senandung ombak, sudah mulai menghempas keras karang. Kini pun, langit mulai suram menyambut datangnya malam. Raut langit memang tak seindah senja kemarin. Ini sedikit terlihat gelap dengan gumpalan mendung yang bersarang di sela – sela jingga yang menggema.

Kesekian kalinya, langit membalas pandanganku dengan sedikit dengki. Mungkin mereka bosan melihat mataku yang tak pernah lepas dari hangatnya mentari sore. Aku mencoba melukiskan segala kerinduanku terhadapnya. Menggambar wajahnya perlahan dengan titik titik awan yang lama kelamaan pupus tertiup angin laut yang liar.

Mengapa kian hari, aku merasa semakin sulit untuk masuk dalam pandangannya. Aku berkali mencoba menghapusnya dari hidupku, tapi sulit adanya. Aku rasa hatiku sudah padanya, bahkan tak bisa tergantikan oleh siapapun.

Sulit untuk sedikit mengerti bahwa senja memang tak lagi untukku dan dirinya. Bodohnya aku! Selalu mengimpikan semua akan berjalan seperti sedianya. Selalu berpikir dirinya akan tetap berada di sampingku. Seharusnya sejak dulu aku sadar, hanya orang – orang bodoh yang menganggap bahwa dunia akan tetap berputar mengikuti mimpiku. 

Cerita bukan hanya kisah, senandung bukan hanya nyanyian, beribu jejak yang lalu telah berlalu, yang kini hanya menjadi debu dalam setiap keinginan yang menggebu untuk memilikinya kembali. 

Bibir yang tak bergetar, tangan yang tenang, nafas yang nyaman, yang kini berbaring di hadapanku, ku harap hanya mimpi buruk yang menghampiri. Tapi ternyata, ketika aku merasakan air mata menyentuh pipiku, aku sadar, itu benar – benar basah menghiasi wajahku.Tubuh kosong yang hanya kaku dihadapanku, tak sedikitpun hangat menyertainya. Aku sadar aku sedang sendiri, sendiri di pojok yang gelap, dalam bayang - bayang senja penuh kesedihan. Dan segera yakin, bahwa anganku untuk menggapainya sudah benar - benar terputus dan tak akan menjadi indah lagi.
Aku akan tersenyum, tersenyum bersama hujan yang mencoba membunuhku. Ini cukup, cukup untuk membuatku yakin, bahwa kepergiannya bukanlah akhir dari senja.

Aku dan senja yang selalu tersenyum untuknya, aku dan senja yang bahagia melihatnya menyelesaikan hidup dengan bahagia, aku dan senja yang terus memanjatkan do’a, aku dan senja yang akan menutup hari dengan bintang – bintang ceria.

Dari Hati

Sedikit Menangis

21.19


Berawal dari senyum ringan yang menembus rasa, bermula dari perjalanan kecil yang tak kusangka. Dan berujung pada mimpi buruk yang sekarang sedang merasuki segala sela dalam hidupku. Mengikis setiap bahagia yang seharusnya menamaniku setiap aku bergumam tentangnya.

Senyum yang dulu selalu datang dalam setiap kerinduan yang menyelimuti, kini berubah menjadi sepi yang bahkan membuat mataku tak sanggpu terbuka. Nyanyian kecil dalam kerinduan, setiap ku lukis wajahnya dalam buku harianku, kini hilang tertiup tangis yang selalu menggema dalam setiap sudut hariku. 

Sepertinya memang terdengar berlebihan, tapi akui ini memang berlebihan. Iya, sungguh ini berlebihan, ketika aku selalu menganggap bahwa hujan memang hanya untukku, ketika aku selalu menganggap pelangi memusuhi hidupku, ketika badai memang hanya menuju diriku. Semua karena perasaan yang juga berlebihan! BERLEBIHAN!

Ah bodoh! aku tak tahu harus mengungkapkan apa lagi! aku tak tahu, apa yang harus aku katakan lagi! Sudah terlalu berbusa hati ini untuk selalu mengungkapkan cerita - cerita 'idiot' seperti ini. Tapi, siapa yang dapat mengerti? siapa yang dapat memahami? Bahwa hati memang tak bisa dipaksa untuk berkata apa yang tak sejalan.

Dari Hati

...

14.16

Sudah, aku bilang sudah
Bagaimana mungkin aku akan biarkan dirinya menghilangkan aku dalam benaknya? Semua itu memang terlalu sulit untuk ku hadapi. Tapi apa lah daya, bahkan waktu-pun bungkam. Kepada siapa lagi aku akan bertanya? Siapa lagi yang bisa kuharapkan kesetiaannya untuk tetap meneropongnya dari kejauhan. Aku tak lagi setapak dengannya, tak lagi sama arah pandangku dengannya, tak lagi sama tujuan nafasku.
Memang sempat aku membekukan diriku dalam kisah yang terus menyudutkanku. Tapi, beku-nya diriku tetap tak bisa membekukan hatiku. Aku tetap merasakan kerinduan yang kian hari kian mencerca diriku. Kerinduan yang semakin membuatku tak bisa menerima semua kenyataan bahwa aku telah hilang dalam benaknya.

Bagaimana?

Bagaimana jika kau yang ada dalam nafasku?

Apa yang akan kau lakukan?

Ketika aku sudah mengakuinya dalam hatiku, ketika aku sudah memaksa hatiku untuk tetap yakin inilah perasaan yang nyata. Ketika semua sudah ada dalam yakinku, dalam setiap detak jantungku, lalu semuanya hilang begitu saja. Semua pupus dalam lewatan waktu, yang sebenarnya aku-pun tak pernah menyangka akan semua ini.
Memang, terkadang hidup ini akan membawamu jauh melambung, memberikan sejuta ceria yang akan selalu memberikan nyawa dalam langkah kakimu. Tetapi, terkadang hidup akan membuangmu, menghempaskanmu jauh dari senyum bahagia yang kau impikan. Mencerca, Menginjak - injak, bahkan menganiaya hingga dirimu menggigil bersama semua dusta.

Ini memang sulit untuk dikatakan 'nyata', tapi beginilah memang sejujurnya...

Semua tak selalu ada dalam jalanmu,,

Dari Hati

-Short Sharing-

20.52


Untuk kesekian kalinya aku merasa sepi di bawah remang bulan yang mengembang. Aku rasa kabut lorong ini terlalu tebal untukku sebrangi. Rinduku sudah tak bisa ku sampaikan padanya. Kian hari, aku kian merasa sedih akan hatiku. Aku sudah tak lagi membawa asaku terbang tinggi untuk mendapat senyum manisnya, hatiku sudah tak sanggup membawa lari harapan padanya. Mungkin memang semua hanya akan berakhir dalam lubang kenistaan.
Aku tak pernah mengindahkan adanya wanita cantik mengikutinya. Aku tak pernah peduli tentang bagaimana dirinya manis pada wanita cantik itu, tapi entah mengapa jarak selalu menaungi perasaan yakinku padanya. Aku sudah tak bisa lagi menanamkan segala asaku padanya. 

Sudah berkali aku menjerit dalam kebisuan lelapku. Aku membantai malam, mencerca bulan, bahkan memaki bintang yang tak pernah sampaikan lagi rinduku padanya. 
Aku hanya ingin rinduku tak pupus di tengah perjalanannya. Aku tak apa, jika dirinya tak balas rinduku, aku tak apa ketika dirinya tak anggap rinduku dalam benaknya. Bahkan aku tak apa, jika dirinya membuang rinduku.
Semua karena aku tak pernah mengharap balas darinya....

Dari Hati

I Miss You

10.19

Kabut malam memang sudah pupus dari sandaran mataku, tapi entah mengapa embun pagi masih terus terngiang di bawah sinar mentari. Bukankan seharusnya embun pun berlari ketika sinar menghampiri? Mengapa aku terus terbayang dalam titik - titik embun, yang setiap hari membawaku dalam kenangan yang dulu. Apakah diriku terlalu rindu kepadanya?

Aku sadar, aku kehilangan dirinya. Sahabat yang telah lama bersamaku untuk setiap keceriaan dan duka. Dia adalah penggubah air mataku menjadi pelangi dalam hari panjangku. Entah, kurasa aku berat untuk setiap kali membuka mataku. Ketika aku ingat, dirinya tak lagi hadir dalam kemesraan mentari dan hari. Ketika, aku menyadari, dirinya sudah memilih jalan lain untuk menggapai semua mimpinya.

Seutas kata memang terlalu sulit diungkapkan untuk menggambarkan kerinduanku. Tapi air mata juga sulit aku raih untuk mengobati hari yang kelabu tanpa dirinya. Aku terlalu rindu,  rindu, rindu. Setiap kali aku melihat burung bergemuruh bersama kawan - kawannya. Setiap kali aku melihat semut, merayap bersama kawan - kawannya. Dan aku yang melihat diriku, merindu tentang hari bersama kawanku.

Yah, beginilah hidup yang terus berputar seirama rotasinya. Aku sadar akan itu, aku akan mengalami ini. Inilah hidup nyata, bukan mimpi yang selalu indah, bukan dongeng yang ghaib. Tapi hidup, penuh dengan celah duka juga riuk kebahagiaan bersama.

Dari Hati

Mimpi Nyata

18.24

Langsung saja, segala kejujuran yang lama terlelap memang sudah seharusnya terungkap. Entah apa yang sebelumnya terurai dalam khayalanku, semua begitu samar dan tidak tergambarkan. Entah apa yang akan masuk dalam keteraturan hidupku. Entah, akupun buta akan itu...

Tanpa izin ikhlas dariku, dirinya hadir kembali di mimpi yang begitu buruk. Ini memang manis, untuk sekedar mengingatnya masih ada dalam nafasku. Tapi miris, untuk sadar bahwa dirinya sekarang sudah benar - benar jauh dengan langkahku. Ini memang untuk kesekian kalinya, aku menyadari kerapuhan hatiku. Yang dengan mudah mengeluarkan ataupun memasukkan dirinya dalam detik - detik langkahku.

Aku tak bisa tersenyum ketika sebuah sapaan dalam mimpi menyadarkanku bahwa dirinya memang masih melekat erat di hatiku. Tapi juga aku tak bisa meneteskan sedikitpun kesedihan ketika seberkas senyumnya hadir dalam mimpiku. 

Semua ini sulit untuk diakui sedalamnya hati tertanam. Aku memang tak bisa mengingkari bahwa aku jelas masih terbayang dalam setiap malam yang selalu menjadi bagian dari senyumnya. Semua memang tak begitu jelas berjalan dalam jalannya. Satu yang aku ingat sebuah pernyataan dalam mimpiku

Dari Hati

Gumam Sang Perindu

14.55

Apa mungkin tanganku terlalu lemah untuk menggapaimu? Atau mungkin kakiku terlalu kaku untuk mengejarmu? Entahlah alasan apa yang menggelembung di atas angan – anganku, yang jelas kini aku tak bisa lagi menyentuhmu.

Beginilah tangisanku dalam pena, diam terhentak melihat dirimu semakin menjauh. Seharusnya memang aku sadar, cintaku hanyalah asa kosong penuh debu yang tak mungkin terlukiskan cerita indah bersamamu. Seharusnya aku juga mengerti, aku hanya seorang manusia yang hidup hanya berbekal nafas. Tak pantas aku menangis, meratapi karamnya hatiku. Seburuknya kakiku menapak, aku harus tetap berjalan, berbeda arah, sungguh aku tak mengerti apakah aku akan tetap berdiri di bawah matahari yang sama dengan dirimu.

Bukan hanya tajuk berlukiskan rindu, tapi jari ini sudah terlalu sering menari demi kesedihan. Terlalu sering mencurahkan semua gemuruh yang semakin lama semakin menembus dada. Aku tak mengerti, kepada siapa aku harus mencurahkan semua ini. Akupun tak ingin secepat ini mengungkapkannya pada dirimu. Lalu, langitpun tak sudi menghapus tangisku. Entah, apa yang sedang berkecambuk dalam hatiku, sungguh aku bingung.

Ketika memang hatiku sudah mulai menghapus sedikit demi sedikit semua tentang dirimu, tapi angina membawamu menari di hadapanku, dengan segala senyum yang kau tawarkan. Apa kau pikir hatiku batu yang begitu keras sehingga dengan mudah acuhkan hadirmu? Semua itu begitu sulit, ketika aku sedang mencoba membiasakan diri tanpamu, lalu ketika itu pula kau datang tanpa sedikitpun resah tentang hatiku. Apa kau tak pikir, kedatanganmu hanya membuat luka hatiku semakin basah? Apa tak pernah kau sadar, kehadiranmu hanya membuat diriku semakin sulit untuk melepasmu? Apa kau tak pernah pikir itu?

Kau tak mengerti betapa mentaripun terlihat seperti dusta, ketika hatiku sungguh rindu. Kau tak pernah sejenak menyadari betapa bintangpun hilang saat aku rindu. Bukankah begitu ketika mimpi burukmu menghampiri! Apakah kau tak rasa, aku harus menerima semua mimpi buruk ketika kerinduan menghampiri nafasku.

Dari Hati

For You "My LOVABLE LOVE"

20.00

Semenjak aku jauh mengenal bulan dibanding mengenalmu, memang hati ini selalu lari ketika satu detik tersirat namamu. Kala tangisan malam hanya untukmu dan getaran bintang hanya tertoleh kepadamu, memang kala itu biasan embun malam hanya padamu.

Sejauh telapak lemahku bergerak menghindar darimu, sejauh pula pandangan ini mencarimu. Sungguh aku tak ingat kapan mentari mengecup pagi, akupun tak rasa malam selimuti tidurku. Memang semakin jauh aku dari hangatmu, memang semakin jauh aku dari nyamanmu.

Memilukan setiap lamunan kosongku, setiap kali aku sadar bahwa batin ini tak akan menyentuh lagi waktu bersamamu. Ketika pandanganku rindukan kemilau dirimu yang tak lain kini hanyalah mimpi yang teracuhkan.
Sulit untuk sadar dari tidur panjangku, mimpi yang sempat memeluk setiap malam, tentang dirimu yang akan selalu menjadi bagian dari sinar matahari yang lembut, ketika dirimu adalah bagian dari jalan yang kususuri, ketika dirimu menjadi bagian dari langit yang meneduhkan hatiku, dan ketika dirimu adalah sepenuhnya kisah dari perjalanan panjangku.

Semoga dirimu kan terus bersinar di sana, bersama dunia milikmu yang tak akan pernah menjadi milikku. 



Dari Hati

Hanya Sekedar Mengenang

21.11

Dunia ini tak mungkin ku balik untuk sekedar kembali melihatmu cinta.
Tak mungkin akan aku tarik semua waktu yang telah bergulir, hanya untuk merasakan hangatnya senyummu cinta. Dan tak mungkin akan aku hancurkan dunia ini, hanya untuk sekedar membuangmu jauh ke luar ambang kerinduanku cinta.

Memang terlalu lama hati ini mengenalmu sebagai cinta. Walaupun kamu tak pernah juga melihat hatiku. Walaupun pandanganmu tak menyiratkan hal yang sama. Walaupun itu HANYA MIMPI BODOH.

Memang sudah ku tutup rapat buku tentangmu. Sedang ku coba menghapusmu dari benakku. Aku kupas kulit - kulit lubukku untuk hanya melupakanmu. Aku iris segala macam akar yang memperkuat dirimu di dalam hatiku. Sungguh aku ingin menghapusmu, 

Seandainya kamu tahu, betapa berat dan sulit untuk membebaskanmu dari pikiranmu. Karena kamu, kamu selalu datang dengan segala apa yang kamu punya, kesederhanaan yang membuatmu begitu istimewa. Tapi, aku tak bisa terus mengijinkan separuh hatiku padamu. Aku harus ambil lagi hatiku yang lama telah kamu tempati. Aku harus membuang jauh dirimu, dari segala angan dan pikiranku.

Kau memang cinta, cintaku yang tak akan pernah bisa membuatku terdiam ketika aku menemui pandanganmu. 

Kau cinta yang lama aku pendam, aku kubur di bawah segala perantauan kenistaan hatiku, kedustaan hatiku yang akan tetap sulit untuk mengakui adanya dirimu dalam jiwaku.

Kau cinta yang aku butuhkan dalam segala waktu, ketika aku harus berbagi ceria denganmu, membagi air mata dan kau yang benar memang selalu membuat bibir ini berbinar bahagia.
Aku memang tak yakin akan bisa menghapusmu, tapi biarlah...
biarlah sedikit tentangmu menggores hatiku, hanya untuk sekedar mengenang tentang dulu...