Dari Hati

Yang Pernah Terlupakan

15.09


Dari rayuannya, aku berpikir dendangnya sudah mulai mengambil hatiku. Nada yang pudar dan mulai rapuh itu kembali menyeruku untuk kembali. Entah dari mana jejaknya dapat menemukanku. Aku pikir selama ku bersembunyi, senyumnya takkan lagi mengikutiku. Tapi aku terlalu bermimpi untuk bisa hidup tanpa bayangannya.

Aku sudah tak lagi mampu ingat, kapan terakhir kali aku bisa hidup tanpa untaian keberadaannya. Sebenarnya aku menyesalkan untuk ingat lagi tentang ini. Tapi, aku hanya seorang yang tak mampu berbuat apa - apa ketika memori itu memang kembali lagi. Aku belum sempat menghela nafas bahkan aku baru setengah mengedipkan mata, tapi dia terlalu cepat menemukanku dalam persembunyian.

Kala jemari menari, nada merambat pelan di kesunyian malam
Saat datang rintik hujan bersama setiap bayang yang pernah terlupakan
Rasa sesal di dasar hati diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah kumencoba tuk sembunyi, namun senyummu tetap mengikuti
 -Iwan Fals-

Dari Hati

Hujan di Luar Sana

12.15


Tidak ada kelembutan yang hangat selain hujan di luar sana...
Rintiknya memelukku bersama dingin...
Dalam titik yang runtuh, membawa pesan rindu untuknya...
Tidak ada sahabat setia selain hujan di luar sana...
Menemaniku duduk dibalik jendela...
Membuatku tersenyum melihat celah rintiknya...

Kala dendangnya meracau bersama guntur...
Aku risau pelangi tak datang...
Tapi tak ada janji yang terhapus dalam tangisnya...
Ringai dalam detik sehabis hujan...
Berburu melingkar di atas sana...
Tak ada bahagia selain pelangi kiriman hujan di luar sana...
Biasnya mengantar ceria...

Tak ada cerita selain kisah hujan di luar sana...
Ribuan karangnya yang pecah,
Ribuan tangis yang resah,
Ribuan mawar yang merekah,
Dalam rayuan hujan di luar sana...

A Tale

Yang Bersama dengan Jingga

22.17

Dunia terkadang sulit untuk membuat tertawa, bahkan tersenyum saja perlu paksaan. Setiap waktu terlihat seperti senja dengan jingga di sela gelap. Tapi ketika kau miliki hati sedalam danau, kau tak akan lagi pernah merasa sesuatu mengusikmu.
Segalanya tampak begitu putih. Tak tahu di mana dan sedang apa, aku di sini sendiri bersama angin semilir yang membuatku sedikit bergoyang. Lalu tiba – tiba seberkas cahaya jingga masuk menyapu sedikit demi sedikit putih di ujung timur. Bersama dengan itu, seseorang terlihat berdiri di sana. Iya. Laki – laki yang tak gendut tapi tak kurus dan tinggi itu nampak di sela jingga yang terus menyapu putih. Wajahnya bercahaya. Dia menatapku dengan senyuman tipis, kemudian…
“Mba Anne sudah sampai sekolah, mba”
Aku kaget. Kurapikan jilbabku yang sedikit acak – acakan karena ketiduran saat berangkat dari rumah ke sekolah. Lalu keluar dari mobil dan menyeret langkahku masuk ke gedung sekolah.
Ah, mimpi itu lagi. Aku kembali teringat dengan mimpi aneh yang akhir – akhir ini mengangguku. Bagaimana tidak, hampir setiap kali tertidur aku terus bertemu dengan peristiwa aneh itu dan hingga sekarang aku masih belum menemukan apa maksudnya. Hamparan putih, dan aku yang merasa tergoyang oleh angin, dan laki – laki yang sulit aku tangkap wajahnya. Sinar di belakangnya sungguh membuat wajahnya kabur dan hanya senyumnya yang terlintas.
“Ahh” aku mendesah. Mencoba membuang segala ingatan tentang itu yang membuat kepalaku pusing.
Aku keluar kelas menyeret tasku. Rasanya lelah sekali hari ini, bayangan tentang mimpi itu seringkali melintas dalam pikiranku. Aku masih tidak mengerti apa maksudnya. “An, aku duluan ya, ayahku sudah menunggu” ucap Hani lalu menepuk bahuku dan pergi menuju ayahnya yang sudah menunggu membawa payung. Langit memang sedikit gerimis.
Ayah? Senangnya Hani, Ayahnya menunggu membawakannya payung. Aku tersenyum tipis, berusaha menghibur diriku yang rindu kehangatan Ayah. “Mba Anne, ibu sudah menunggu di rumah” supirku datang membawa payung. Aku terdiam. “Anne masih ada jam tambahan, biar nanti Anne pulang sendiri aja naik taksi. Soalnya belum tau selesai jam berapa” ucapku.
Supirku meninggalkanku. Sebenarnya aku tidak ada jam tambahan, tapi aku belum ingin pulang.
Aku berjalan keluar pintu gerbang sekolah dengan gerimis yang sedikit mulai membesar. Melihat sekelilingku, teman – temanku yang dijemput oleh ayah mereka. Mereka sungguh beruntung, tak sepertiku.
Ayah mungkin tak pernah merasa rindu denganku. Tapi aku, bukan hanya sekedar rindu. Tak terasa air mataku mengalir bersama derasnya hujan yang sudah lebih dulu membasahi tubuhku. Kalau aku bisa memilih, aku tak akan di sini. Kami memang terlihat sempurna, tapi kebahagiaan tak pernah bisa dibohongi. Aku tak paham apa yang ayah kerjakan jauh di sana, yang aku tahu ayah hanya pulang dua kali dalam setahun. Dan aku rasa lebih baik ayah tak usah pulang.
Sudahlah, akupun sudah terbiasa untuk merasa seperti tak punya ayah.
“Anne, kamu hujan – hujanan? Pulang dengan siapa?” Ibu heran melihatku basah kuyup. Aku menoleh ke arah Ibu, dan ternyata ayah pulang hari ini. Ayah hanya tersenyum melihatku, tapi aku rasa aku tak punya alasan untuk membalas senyumnya. Tanpa ku jawab pertanyaan Ibu, aku langsung menaiki tangga menuju kamarku.
Kalau aku tak salah dengar, nanti malam ayah akan pergi lagi.
Sudah aku pernah bilang, untuk apa ayah pulang? Aku tahu ayah baru datang pagi ini, tadi pagi sebelum aku ketiduran aku melihat mobilnya lewat, dan nanti malam ayah harus pergi lagi.
Aku menuruni tangga. Sebenarnya aku ingin mengambil minum, tapi Ibu mengajakku mengobrol. “Tadi Anne bilang ada jam tambahan? Tapi ternyata Anne pulang, sendiri dan hujan – hujanan. Kenapa tidak ikut pak supir saja?” Ibu bertanya dengan suara selembut – lembutnya. Aku menyenderkan punggungku pada sofa, dan diam. “Anne dengar Ibu bertanya?” ucap Ibu lagi ketika melihatku hanya diam.
“Ibu, Anne tidak suka setiap kali berangkat dan pulang selalu dengan pak supir! Anne ingin sesekali ayah yang melakukan itu. Ayah Hani menunggu dan membawakan payung untuk Hani, tapi Anne? Ayah Anne tak tahu di mana! Hanya pak supir yang datang” jawabku sedikit jengkel.
Ibu mengangguk pelan, “Anne tahu ayah bekerja? Anne tahu ayah yang membangun rumah ini untuk Anne? Baju Anne siapa yang kasih? Lalu setiap hari Anne makan, kalau bukan karena ayah, Anne tidak akan merasa memiliki semua itu” ucap Ibu pelan.
Aku pikir, Ibu tidak mengerti tentang apa yang sebenarnya aku inginkan. Ibu pikir, selama ini aku bahagia dengan semua yang aku dapatkan. Dan semua orang pikir, aku merasa sangat bahagia dengan semua ini. Iya. Aku memang sudah terbiasa dengan anggapan orang – orang tentang itu. Tetapi hanya aku yang mengerti.
Aku beranjak dari sofa tempat aku duduk. Berjalan ke luar rumah. Tapi, belum sempat aku melangkahkan kakiku ke luar gerbang. Aku menemukan sebuah amplop putih di samping roda mobil ayah. Aku memungut amplop itu dan menimang – nimangnya beberapa saat. Lalu kuputuskan untuk membukanya. Dadaku berdegup kencang ketika menatap barisan huruf yang merangkai isi surat itu.
Embun,
Tak pernah lekat dengan matahari
Ketika ufuk mulai merona
Dan kau hilang
Berlari sekencang mungkin dari mentari
Aku sempat berpikir mungkin kau benci denganku
Betapa tidak
Kau yang selalu menghilang di setiap pandanganku
Mengusik rinduku
Lalu aku datang padamu
Sebentar saja, karena kau segera pergi
Kau tak pernah memberiku kesempatan untuk mengungkapkan isi hatiku
Bahwa, aku selalu merindukanmu
Aku berjalan meniti jejak mayamu
Tapi tak pernah kutemukan dirimu dalam kenyataan
Aku ingin memelukmu
Namun kala waktu itu datang
Kau akan segera berlari
Sungguh, aku tak pernah menyesal telah merindukanmu
Karena untukku memilikimu sudah cukup untukku
Kau tetaplah mawarku
Dulu, saat ini, dan nanti
Yang kau lihat bersama Jingga

Kulipat kembali surat itu dengan hati yang tak jelas. Aku berlari masuk mencarinya, dan kulihat wajahnya. Tak pernah ku tatap selekat ini. Aku memperhatikan wajahnya, ada sesuatu yang menari dalam pikiranku. Wajah itu bercahaya, bukan karena lampu tapi cahaya jingga itu memancar dari wajahnya. Aku tak mampu berkata apapun. Aku berlari dan aku tahu ayah sudah melihatku. Aku berlari, dan aku mengerti ayah mengikutiku. Aku terus berlari beradu bersama air mata yang mengalir deras. Ya Tuhan, masih saja aku mengkecam dengan segala benciku tentang keberadaannya. Padahal aku tahu, tak mungkin ayah tak merindukanku.
Tiba – tiba cahaya yang begitu menyilaukan menabrak mataku. Suara klakson mobil bertubi – tubi aku dengar. Aku tak mengerti apa yang terjadi. Semuanya menjadi gelap. Tanpa terkomando aku berteriak “Aaaa…”
BRAKK..!!
Aku belum mengerti apa yang terjadi, tapi seketika kesadaranku muncul. Perlahan kucoba untuk membuka mata. Nafasku memburu. Seseorang memelukku, aku masih berdiri dan tak bergerak sedikitpun melihat sebuah truk menabrak laki – laki muda yang kini tergolek di aspal. Aku masih antara sadar dan tidak.
Tapi, ketika aku tahu bahwa ayah yang memelukku, aku langsung berbalik dan memeluknya. Aku tak pernah menyadari betapa kebahagiaan ada di dekatku. Aku tak akan menjadi seperti embun, ayah. Aku akan menjadi mawarmu yang terus tersenyum walau matahari terik membakar.
Dan ayah akan melihatku.
Melihat mawar dan kebahagiaannya.
“Anne, kalau kau punya hati yang dalam, kebahagiaan itu akan mengucur dengan sendirinya. Tidak akan ada benci yang merusaknya. Karena kebahagiaan ada dalam hatimu sendiri, bukan karena ayah yang menunggu dan membawakan payung, tapi karena kau sadar bahwa ayah akan selalu ada”.

Dari Hati

15.27


Aku hanya memiliki dua tangan yang mungkin tak akan bisa memeluknya erat. Tak seperti gurita yang mungkin akan sangat erat mendekapnya dan bahkan tak akan membiarkannya terlepas. Tapi memang aku tak mungkin menjadi gurita, gurita yang akan membuatnya terus lekat. Dan aku mengerti sekarang, mengapa dirinya tak pernah dekat denganku. Bukan karena aku bukan gurita yang memiliki banyak lengan untuk mendekapnya. Tapi karena aku memang tak pernah bisa untuk terus membiarkannya berada dekat denganku.
Karena dia punya bidadari yang setiap malam menunggu salamnya. Karena bidadarinya begitu cantik bahkan aku tak bisa menjelaskan bagaimana cantiknya bidadari itu. Karena dia begitu menyayangi bidadari itu.

Aku lupa atau mungkin sudah melupakan, atau memang aku tak pernah berniat memberitahunya. Setiap matanya berhadap denganku, lalu tubuhku akan kaku. Setiap dirinya menghampiriku, lalu aku menjadi bisu. Dan setiap senyumnya sampai pada hatiku, lalu aku akan merasa terbawa terbang.

Apakah aku sudah memberitahunya tentang itu?

Setiap malam memberi salam, aku berharap dirinya yang akan menemani dalam mimpiku. Apakah aku sudah memberitahunya?

Mungkin belum, atau bahkan tak akan pernah memberitahunya. Mungkin suatu saat nanti ketika lenganku sudah sekuat delapan lengan gurita untuk mendekapnya. Mungkin nanti, ketika bidadarinya sudah tak cantik lagi.

Entah apa yang aku barusan katakan. Tapi aku hanya seperti bayi yang mengemis gula - gula. Ah!

Sudahlah, kalau memang bidadari itu akan selamanya bersamanya, aku lebih ingin melupakannya. Melupakannya dan menemunkan seseorang sepertinya, mungkin.

Dari Hati

21.58

Aku semakin merasa lelah untuk merasa, entah apa yang sedang aku bicarakan tapi maksudku merasakan rindu itu. Sunggu, semakin lama semakin menyesatkan. Apapun yang aku jejaki selalu terbayang apapun tentangnya. Sudah beberapa waktu lalu aku putuskan untuk mengakhiri cerita cengeng ini, tapi ketika aku melihat malam yang sepi, aku rasa aku merasa sendiri tanpa rangkaian titik - titik wajahnya. Entahlah, apa yang sebenarnya aku inginkan. Terkadang aku rasa, rindu itu begitu menyeretku tanpa permisi, tapi dalam sela rindu itu terkadang aku lelah untuk terus mengingatnya yang sudah jauh.
I heard that you're settled down
That you found a girl and you're married now
I heard that your dreams came true
Guess she gave you things I didn't give to you

"Bagaimana aku tidak merasa rindu, ketika semua yang aku dengar datang tergambar sebagai dirimu, entahlah apa yang sudah kau dapatkan di luar sana, mungkin "Aura Kasih" atau "Vicky Shu" atau siapalah".

Never mind, I'll find someone like you
I wish nothing but the best for you too
Don't forget me, I beg
I remember you said,
"Sometimes it lasts in love but sometimes it hurts instead,
Sometimes it lasts in love but sometimes it hurts instead,"

"Apapun yang sudah terjadi terhadapmu, siapapun yang sudah bersama denganmu, semua itu hanya aku bisa balas dengan anggukan penuh rapuh, tapi suatu hari nanti aku akan mencari seseorang sepertimu. Walaupun aku tidak mengerti apa yang kau miliki, tapi aku harap aku akan suatu hari nanti. Terkadang sesuatu akan berakhir dalam cinta, tapi terkadang sesuatu menyakitkan".
Nothing compares
No worries or cares
Regrets and mistakes
They are memories made.
Who would have known how bittersweet this would taste?

Semua yang terjadi memang hanya milik masa lalu. Kenangan yang merebutnya dariku...

Adele - Someone Like You

Dari Hati

Dibalik Hujan

00.03


Rembulan menepi tertiup angin...
Bintang membisu terbawa dingin...
Paras malam sepi resahkan hati...
Lambaian awan lemah menutup pasti cahaya - cahaya yang menari...

Kala hitam mulai mencerca...
Kala gelap mulai memaki...
Kala tak lagi ada senyum menghiasi...

Hujan menyambar langit hati...
Guntur memecah rangkai ceria...
Rintik tajamnya bebas merajam suka dan bahagia...

Aku dibalik hujan...
Terbisu dalam rapatan dusta yang penuhi malam nestapa...

Dari Hati

Bergumam dalam Benak Pilu

20.27


Selalu dalam rayuan angin, aku terbawa kembali pada kisah lalu yang sudah seharusnya pergi beriringan dengan hilangnya bintang yang tak pernah kembali lagi. Salam sedih dalam bayang suara yang sedikit serak mengalun samar di sela helaan nafas yang sesungguhnya berat. Seruan lemah tanpa senyum yang gempar dan tak hentinya mengikis ceriaku. Aku memang begitu mudah terbuai dalam cerita lampau, entah sesesak apa nafasku dalam reremang cerita yang terlalu banyak memanggil air mata.
Aku telah setia pada senja untuk terus berjalan walau telah habis lilin terbakar. Tapi, aku tak bisa raih kebahagiaanku untuk terus tersenyum kala jejaknya kembali tergambar. Lelah membakar tegarku, tak mudah untukku acuh kepada sapaan masa lalu itu. Kala tegarku hanya tinggal abu, tak lah berarti hatiku menahan sedih dan tangis. Lemah memang benar lemah...

Dari Hati

Senja Melepas Dirinya

19.34


Riak yang mengembang di antara senandung ombak, sudah mulai menghempas keras karang. Kini pun, langit mulai suram menyambut datangnya malam. Raut langit memang tak seindah senja kemarin. Ini sedikit terlihat gelap dengan gumpalan mendung yang bersarang di sela – sela jingga yang menggema.

Kesekian kalinya, langit membalas pandanganku dengan sedikit dengki. Mungkin mereka bosan melihat mataku yang tak pernah lepas dari hangatnya mentari sore. Aku mencoba melukiskan segala kerinduanku terhadapnya. Menggambar wajahnya perlahan dengan titik titik awan yang lama kelamaan pupus tertiup angin laut yang liar.

Mengapa kian hari, aku merasa semakin sulit untuk masuk dalam pandangannya. Aku berkali mencoba menghapusnya dari hidupku, tapi sulit adanya. Aku rasa hatiku sudah padanya, bahkan tak bisa tergantikan oleh siapapun.

Sulit untuk sedikit mengerti bahwa senja memang tak lagi untukku dan dirinya. Bodohnya aku! Selalu mengimpikan semua akan berjalan seperti sedianya. Selalu berpikir dirinya akan tetap berada di sampingku. Seharusnya sejak dulu aku sadar, hanya orang – orang bodoh yang menganggap bahwa dunia akan tetap berputar mengikuti mimpiku. 

Cerita bukan hanya kisah, senandung bukan hanya nyanyian, beribu jejak yang lalu telah berlalu, yang kini hanya menjadi debu dalam setiap keinginan yang menggebu untuk memilikinya kembali. 

Bibir yang tak bergetar, tangan yang tenang, nafas yang nyaman, yang kini berbaring di hadapanku, ku harap hanya mimpi buruk yang menghampiri. Tapi ternyata, ketika aku merasakan air mata menyentuh pipiku, aku sadar, itu benar – benar basah menghiasi wajahku.Tubuh kosong yang hanya kaku dihadapanku, tak sedikitpun hangat menyertainya. Aku sadar aku sedang sendiri, sendiri di pojok yang gelap, dalam bayang - bayang senja penuh kesedihan. Dan segera yakin, bahwa anganku untuk menggapainya sudah benar - benar terputus dan tak akan menjadi indah lagi.
Aku akan tersenyum, tersenyum bersama hujan yang mencoba membunuhku. Ini cukup, cukup untuk membuatku yakin, bahwa kepergiannya bukanlah akhir dari senja.

Aku dan senja yang selalu tersenyum untuknya, aku dan senja yang bahagia melihatnya menyelesaikan hidup dengan bahagia, aku dan senja yang terus memanjatkan do’a, aku dan senja yang akan menutup hari dengan bintang – bintang ceria.

Dari Hati

Sedikit Menangis

21.19


Berawal dari senyum ringan yang menembus rasa, bermula dari perjalanan kecil yang tak kusangka. Dan berujung pada mimpi buruk yang sekarang sedang merasuki segala sela dalam hidupku. Mengikis setiap bahagia yang seharusnya menamaniku setiap aku bergumam tentangnya.

Senyum yang dulu selalu datang dalam setiap kerinduan yang menyelimuti, kini berubah menjadi sepi yang bahkan membuat mataku tak sanggpu terbuka. Nyanyian kecil dalam kerinduan, setiap ku lukis wajahnya dalam buku harianku, kini hilang tertiup tangis yang selalu menggema dalam setiap sudut hariku. 

Sepertinya memang terdengar berlebihan, tapi akui ini memang berlebihan. Iya, sungguh ini berlebihan, ketika aku selalu menganggap bahwa hujan memang hanya untukku, ketika aku selalu menganggap pelangi memusuhi hidupku, ketika badai memang hanya menuju diriku. Semua karena perasaan yang juga berlebihan! BERLEBIHAN!

Ah bodoh! aku tak tahu harus mengungkapkan apa lagi! aku tak tahu, apa yang harus aku katakan lagi! Sudah terlalu berbusa hati ini untuk selalu mengungkapkan cerita - cerita 'idiot' seperti ini. Tapi, siapa yang dapat mengerti? siapa yang dapat memahami? Bahwa hati memang tak bisa dipaksa untuk berkata apa yang tak sejalan.

Dari Hati

...

14.16

Sudah, aku bilang sudah
Bagaimana mungkin aku akan biarkan dirinya menghilangkan aku dalam benaknya? Semua itu memang terlalu sulit untuk ku hadapi. Tapi apa lah daya, bahkan waktu-pun bungkam. Kepada siapa lagi aku akan bertanya? Siapa lagi yang bisa kuharapkan kesetiaannya untuk tetap meneropongnya dari kejauhan. Aku tak lagi setapak dengannya, tak lagi sama arah pandangku dengannya, tak lagi sama tujuan nafasku.
Memang sempat aku membekukan diriku dalam kisah yang terus menyudutkanku. Tapi, beku-nya diriku tetap tak bisa membekukan hatiku. Aku tetap merasakan kerinduan yang kian hari kian mencerca diriku. Kerinduan yang semakin membuatku tak bisa menerima semua kenyataan bahwa aku telah hilang dalam benaknya.

Bagaimana?

Bagaimana jika kau yang ada dalam nafasku?

Apa yang akan kau lakukan?

Ketika aku sudah mengakuinya dalam hatiku, ketika aku sudah memaksa hatiku untuk tetap yakin inilah perasaan yang nyata. Ketika semua sudah ada dalam yakinku, dalam setiap detak jantungku, lalu semuanya hilang begitu saja. Semua pupus dalam lewatan waktu, yang sebenarnya aku-pun tak pernah menyangka akan semua ini.
Memang, terkadang hidup ini akan membawamu jauh melambung, memberikan sejuta ceria yang akan selalu memberikan nyawa dalam langkah kakimu. Tetapi, terkadang hidup akan membuangmu, menghempaskanmu jauh dari senyum bahagia yang kau impikan. Mencerca, Menginjak - injak, bahkan menganiaya hingga dirimu menggigil bersama semua dusta.

Ini memang sulit untuk dikatakan 'nyata', tapi beginilah memang sejujurnya...

Semua tak selalu ada dalam jalanmu,,

Dari Hati

-Short Sharing-

20.52


Untuk kesekian kalinya aku merasa sepi di bawah remang bulan yang mengembang. Aku rasa kabut lorong ini terlalu tebal untukku sebrangi. Rinduku sudah tak bisa ku sampaikan padanya. Kian hari, aku kian merasa sedih akan hatiku. Aku sudah tak lagi membawa asaku terbang tinggi untuk mendapat senyum manisnya, hatiku sudah tak sanggup membawa lari harapan padanya. Mungkin memang semua hanya akan berakhir dalam lubang kenistaan.
Aku tak pernah mengindahkan adanya wanita cantik mengikutinya. Aku tak pernah peduli tentang bagaimana dirinya manis pada wanita cantik itu, tapi entah mengapa jarak selalu menaungi perasaan yakinku padanya. Aku sudah tak bisa lagi menanamkan segala asaku padanya. 

Sudah berkali aku menjerit dalam kebisuan lelapku. Aku membantai malam, mencerca bulan, bahkan memaki bintang yang tak pernah sampaikan lagi rinduku padanya. 
Aku hanya ingin rinduku tak pupus di tengah perjalanannya. Aku tak apa, jika dirinya tak balas rinduku, aku tak apa ketika dirinya tak anggap rinduku dalam benaknya. Bahkan aku tak apa, jika dirinya membuang rinduku.
Semua karena aku tak pernah mengharap balas darinya....

Dari Hati

I Miss You

10.19

Kabut malam memang sudah pupus dari sandaran mataku, tapi entah mengapa embun pagi masih terus terngiang di bawah sinar mentari. Bukankan seharusnya embun pun berlari ketika sinar menghampiri? Mengapa aku terus terbayang dalam titik - titik embun, yang setiap hari membawaku dalam kenangan yang dulu. Apakah diriku terlalu rindu kepadanya?

Aku sadar, aku kehilangan dirinya. Sahabat yang telah lama bersamaku untuk setiap keceriaan dan duka. Dia adalah penggubah air mataku menjadi pelangi dalam hari panjangku. Entah, kurasa aku berat untuk setiap kali membuka mataku. Ketika aku ingat, dirinya tak lagi hadir dalam kemesraan mentari dan hari. Ketika, aku menyadari, dirinya sudah memilih jalan lain untuk menggapai semua mimpinya.

Seutas kata memang terlalu sulit diungkapkan untuk menggambarkan kerinduanku. Tapi air mata juga sulit aku raih untuk mengobati hari yang kelabu tanpa dirinya. Aku terlalu rindu,  rindu, rindu. Setiap kali aku melihat burung bergemuruh bersama kawan - kawannya. Setiap kali aku melihat semut, merayap bersama kawan - kawannya. Dan aku yang melihat diriku, merindu tentang hari bersama kawanku.

Yah, beginilah hidup yang terus berputar seirama rotasinya. Aku sadar akan itu, aku akan mengalami ini. Inilah hidup nyata, bukan mimpi yang selalu indah, bukan dongeng yang ghaib. Tapi hidup, penuh dengan celah duka juga riuk kebahagiaan bersama.

Dari Hati

Mimpi Nyata

18.24

Langsung saja, segala kejujuran yang lama terlelap memang sudah seharusnya terungkap. Entah apa yang sebelumnya terurai dalam khayalanku, semua begitu samar dan tidak tergambarkan. Entah apa yang akan masuk dalam keteraturan hidupku. Entah, akupun buta akan itu...

Tanpa izin ikhlas dariku, dirinya hadir kembali di mimpi yang begitu buruk. Ini memang manis, untuk sekedar mengingatnya masih ada dalam nafasku. Tapi miris, untuk sadar bahwa dirinya sekarang sudah benar - benar jauh dengan langkahku. Ini memang untuk kesekian kalinya, aku menyadari kerapuhan hatiku. Yang dengan mudah mengeluarkan ataupun memasukkan dirinya dalam detik - detik langkahku.

Aku tak bisa tersenyum ketika sebuah sapaan dalam mimpi menyadarkanku bahwa dirinya memang masih melekat erat di hatiku. Tapi juga aku tak bisa meneteskan sedikitpun kesedihan ketika seberkas senyumnya hadir dalam mimpiku. 

Semua ini sulit untuk diakui sedalamnya hati tertanam. Aku memang tak bisa mengingkari bahwa aku jelas masih terbayang dalam setiap malam yang selalu menjadi bagian dari senyumnya. Semua memang tak begitu jelas berjalan dalam jalannya. Satu yang aku ingat sebuah pernyataan dalam mimpiku

Dari Hati

Gumam Sang Perindu

14.55

Apa mungkin tanganku terlalu lemah untuk menggapaimu? Atau mungkin kakiku terlalu kaku untuk mengejarmu? Entahlah alasan apa yang menggelembung di atas angan – anganku, yang jelas kini aku tak bisa lagi menyentuhmu.

Beginilah tangisanku dalam pena, diam terhentak melihat dirimu semakin menjauh. Seharusnya memang aku sadar, cintaku hanyalah asa kosong penuh debu yang tak mungkin terlukiskan cerita indah bersamamu. Seharusnya aku juga mengerti, aku hanya seorang manusia yang hidup hanya berbekal nafas. Tak pantas aku menangis, meratapi karamnya hatiku. Seburuknya kakiku menapak, aku harus tetap berjalan, berbeda arah, sungguh aku tak mengerti apakah aku akan tetap berdiri di bawah matahari yang sama dengan dirimu.

Bukan hanya tajuk berlukiskan rindu, tapi jari ini sudah terlalu sering menari demi kesedihan. Terlalu sering mencurahkan semua gemuruh yang semakin lama semakin menembus dada. Aku tak mengerti, kepada siapa aku harus mencurahkan semua ini. Akupun tak ingin secepat ini mengungkapkannya pada dirimu. Lalu, langitpun tak sudi menghapus tangisku. Entah, apa yang sedang berkecambuk dalam hatiku, sungguh aku bingung.

Ketika memang hatiku sudah mulai menghapus sedikit demi sedikit semua tentang dirimu, tapi angina membawamu menari di hadapanku, dengan segala senyum yang kau tawarkan. Apa kau pikir hatiku batu yang begitu keras sehingga dengan mudah acuhkan hadirmu? Semua itu begitu sulit, ketika aku sedang mencoba membiasakan diri tanpamu, lalu ketika itu pula kau datang tanpa sedikitpun resah tentang hatiku. Apa kau tak pikir, kedatanganmu hanya membuat luka hatiku semakin basah? Apa tak pernah kau sadar, kehadiranmu hanya membuat diriku semakin sulit untuk melepasmu? Apa kau tak pernah pikir itu?

Kau tak mengerti betapa mentaripun terlihat seperti dusta, ketika hatiku sungguh rindu. Kau tak pernah sejenak menyadari betapa bintangpun hilang saat aku rindu. Bukankah begitu ketika mimpi burukmu menghampiri! Apakah kau tak rasa, aku harus menerima semua mimpi buruk ketika kerinduan menghampiri nafasku.

Dari Hati

For You "My LOVABLE LOVE"

20.00

Semenjak aku jauh mengenal bulan dibanding mengenalmu, memang hati ini selalu lari ketika satu detik tersirat namamu. Kala tangisan malam hanya untukmu dan getaran bintang hanya tertoleh kepadamu, memang kala itu biasan embun malam hanya padamu.

Sejauh telapak lemahku bergerak menghindar darimu, sejauh pula pandangan ini mencarimu. Sungguh aku tak ingat kapan mentari mengecup pagi, akupun tak rasa malam selimuti tidurku. Memang semakin jauh aku dari hangatmu, memang semakin jauh aku dari nyamanmu.

Memilukan setiap lamunan kosongku, setiap kali aku sadar bahwa batin ini tak akan menyentuh lagi waktu bersamamu. Ketika pandanganku rindukan kemilau dirimu yang tak lain kini hanyalah mimpi yang teracuhkan.
Sulit untuk sadar dari tidur panjangku, mimpi yang sempat memeluk setiap malam, tentang dirimu yang akan selalu menjadi bagian dari sinar matahari yang lembut, ketika dirimu adalah bagian dari jalan yang kususuri, ketika dirimu menjadi bagian dari langit yang meneduhkan hatiku, dan ketika dirimu adalah sepenuhnya kisah dari perjalanan panjangku.

Semoga dirimu kan terus bersinar di sana, bersama dunia milikmu yang tak akan pernah menjadi milikku. 



Dari Hati

Hanya Sekedar Mengenang

21.11

Dunia ini tak mungkin ku balik untuk sekedar kembali melihatmu cinta.
Tak mungkin akan aku tarik semua waktu yang telah bergulir, hanya untuk merasakan hangatnya senyummu cinta. Dan tak mungkin akan aku hancurkan dunia ini, hanya untuk sekedar membuangmu jauh ke luar ambang kerinduanku cinta.

Memang terlalu lama hati ini mengenalmu sebagai cinta. Walaupun kamu tak pernah juga melihat hatiku. Walaupun pandanganmu tak menyiratkan hal yang sama. Walaupun itu HANYA MIMPI BODOH.

Memang sudah ku tutup rapat buku tentangmu. Sedang ku coba menghapusmu dari benakku. Aku kupas kulit - kulit lubukku untuk hanya melupakanmu. Aku iris segala macam akar yang memperkuat dirimu di dalam hatiku. Sungguh aku ingin menghapusmu, 

Seandainya kamu tahu, betapa berat dan sulit untuk membebaskanmu dari pikiranmu. Karena kamu, kamu selalu datang dengan segala apa yang kamu punya, kesederhanaan yang membuatmu begitu istimewa. Tapi, aku tak bisa terus mengijinkan separuh hatiku padamu. Aku harus ambil lagi hatiku yang lama telah kamu tempati. Aku harus membuang jauh dirimu, dari segala angan dan pikiranku.

Kau memang cinta, cintaku yang tak akan pernah bisa membuatku terdiam ketika aku menemui pandanganmu. 

Kau cinta yang lama aku pendam, aku kubur di bawah segala perantauan kenistaan hatiku, kedustaan hatiku yang akan tetap sulit untuk mengakui adanya dirimu dalam jiwaku.

Kau cinta yang aku butuhkan dalam segala waktu, ketika aku harus berbagi ceria denganmu, membagi air mata dan kau yang benar memang selalu membuat bibir ini berbinar bahagia.
Aku memang tak yakin akan bisa menghapusmu, tapi biarlah...
biarlah sedikit tentangmu menggores hatiku, hanya untuk sekedar mengenang tentang dulu...


Dari Hati

Bila Rasaku Ini Rasamu

19.26

Aku tak mengerti apa yang sebenarnya aku rasakan ketika melihatmu. Mungkinkah itu menjadi pertemuan hangat yang terakhir? Sebelum kamu berjalan menyusuri garismu, dan mungkin nanti tak akan lagi mengenalku.

Iya, jujur aku takut, aku takut kamu melupakanku, dan ketika nanti bertemu tak akan lagi ada segaris senyum canda darimu. Aku takut, ketika nanti bertemu, kamu tak lagi mau mengajakku berbincang, menyebarkan lelucon yang sudah pasti membuat ku berseri. Aku takut, ketika nanti bertemu, aku sudah benar - benar hilang dari lubukmu. Tak lagi ada namaku, dan tergantikan dengan yang lain. Aku takut, Aku begitu takut.

Aku mengerti, aku memang bukan seseorang istimewa di matamu. Aku bukan siapa - siapa, yang tentu tak penting untuk kamu ingat. Tapi, di bawah segala diri yang selalu aku bawa, kamu memang tak mengerti rasa yang aku pun juga tak mengerti. Kamu bahkan tak mungkin percaya, aku rasakan ini sebagaimana kamu pernah merasakan itu juga dengan seorang wanita indah. 

Aku selalu menguncinya rapat dari segala kerumunan ramai orang, aku takut kamu tahu tentang perasaanku, aku takut kamu akan berlari menjauh ketika tahu tentang perasaanku, aku takut kamu tak akan merespon indah ketika kamu tahu aku, aku menyimpan sesuatu di balik diriku ini. Aku takut. Bahkan sangat takut.


Dari Hati

Bagaimana Dia?

18.29

Sedih yang sulit ku temukan ujungnya. Iya, aku sungguh tak berpikir tentang perpisahan ini, yang tentu jelas akan membuatku semakin jauh dengan dirinya. Sejak lama, aku simpan perasaan ini, tanpa sedikit sinyal adanya balasan darinya. Lama aku menjaga perasaan ini, dan hingga kini tak pun sedikit dia mengerti apa yang sebenarnya aku pikirkan ketika matanya bertemu dengan mataku. Sungguh, waktu membuatku semakin sulit untuk menjauh darinya.
Aku menangis tak berarti, ketika aku mengerti inilah mungkin kesempatan terakhir untuk bertatap hangat dengannya. Dengannya yang selama ini mungkin tak pernah menyangka, separuh hatiku ada untuknya. Aku sungguh ingin berteriak dalam dalam di dasar hatiku, KENAPA AKU HARUS MELANGKAH DAN JAUH DARINYA

Dia, dia, dia, dia, dia yang sungguh aku kagumi dari awal aku melihat matanya. Aku kagum dengan dirinya yang sungguh tidak istimewa. Aku kagum dengan dirinya yang sungguh tak lah bisa aku harapkan balasannya. Dan sekarang, tak akan ada lagi hariku dengan pandangannya, tak lagi ada senyumnya, sungguh tertutup sudah cerita ku dengannya,,
Biarlah aku menangis, menangis untuk menghapusnya sekuat hatiku menghilangkan dirinya dari dalam hatiku yang terdalam.

A Tale

The Worst Winter Ever

22.12

PROLOGUE

Angin musim dingin sudah mulai terasa, dingin menusuk kulit. Hanya tinggal pepohonan yang sudah telanjang di tengah hamparan permadani putih. Hari ini indah untuk bermalas – malasan, tapi sayang hari ini bukan hari libur. Malangnya nasib..
Aku enggan untuk membuka mata dan mengakhiri mimpi malamku, pagi ini udara sangat tidak bersahabat. Lebih baik meringkuk dibawah selimut sambil bermimpi bertemu pangeran. Hahaha, Andai saja bisa libur kapanpun aku mau, pasti aku akan banyak menghabiskan hidupku untuk berbaring dan bermain. Oh indahnya dunia…

Tapi semua itu hanya ‘andai’…

Ayolah Eliana, hari ini adalah hari terakhir ujian formatif untuk bulan ini. Jangan sampai kau menundanya, bangun adalah hal yang paling tepat untuk saat ini. Sedikit membuka mata, tidak buruk. Melepaskan selimut walau dingin memeluk 'brrr'.

Sedikit mengintip ke luar jendela, oh my god inilah awal winter tahun ini, benar - benar penderitaan anak kelas XI yang tidak mendapatkan libur kecuali sudah menyelesaikan karya ilmiah tahunan untuk musim gugur, what the hell!!

Bahkan aku baru menyelesaikan 7 paragraf dan semestinya adalah 21 paragraf. Tahun yang buruk tapi tetap menyenangkan. Aku seorang Eliana Faloen, anak bungsu dari 2 bersaudara yang sangat menderita di awal musim dingin. Seharusnya aku bisa berlibur dan bersantai sambil menghangatkan badan. 

 PART 1

Tidak ada keramahan Matahari, 'wuidih' membuat seluruh tubuhku tak ingin menghirup udara musim dingin. Really bad, Papa dan Mama meninggalkanku berdua dengan Billy Faloen. Makhluk super jutek sepanjang dunia, yang dari dulu aku kenal sebagai kakakku. Semuanya bertambah parah setelah aku tahu, bahwa dia juga merencanakan sebuah trip bersama sama teman sekolahnya. Bayangkan, aku anak kelas XI harus tinggal sendiri dalam kurungan musim dingin. 

Aku melangkahkan kakiku keluar kamar untuk mendapatkan pengisi perut pada hari pertama winter tahun ini, tapi belum saja aku menutup pintu ''drrrt' telpon genggamku bergetar di atas meja mungil sebelah kanan ranjang tidurku. 'unknown number' halo.. "halo, dear" suara penelpon yang tidak asing. Yep, that's right, pasti Kelvin Zack Mc-lien, Kau ganti nomor lagi? tidakkah kau mengasihani diriku yang hampir setiap hari harus mengganti kontakmu dalam telpon genggamku! sekarang cepat bicarakan apa yang ingin kau bicarakan tanpa basa basi, karena perutku sudah berirama dan aku harus cepat mandi untuk berangkat ke sekolah! aku tak peduli, apakah dia akan mengerti apa yang aku bicarakan dalam satu nafas. 'fyuuh'

"Okay, my princess. Suaramu membuat telingaku sedikit bergetar, aku hanya ingin mengatakan apa yang harus aku katakan setiap pagi kepada sang putri, 'good morning, and love you'" ternyata tuan Mc-lien muda ini bisa meniru gaya bicaraku dalam satu nafas. Itu sangat aneh. Ya, thank you so much my prince 'love you too' aku membalas tanpa sedikitpun basa basi dan langsung menutup pembicaraanku dalam telpon.

Breakfast berdua dengan Billy bukanlah hal buruk, tapi membosankan. Tak apalah, setidaknya dia masih mau menyiapkan sereal dan segelas susu putih di atas meja makan. That's good bro'. Mungkin Mama yang menyuruhnya melakukan itu semua sebelum dia pergi bersama teman sekolahnya.  

"Miss. Faloen, hari ini aku akan berangkat bersama teman sekolahku dan mungkin akan kembali dua minggu lagi. Jadi, belajarlah untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Tidak boleh menghubungiku kecuali keadaan memang sangat darurat, karena semua itu akan mengganggu liburanku. Kau mengerti" Billy memang sangat jutek, nada bicaranyapun sangat datar 'monotone'. Ya, of course  aku sudah sangat dewasa untuk mencoba hidup mandiri. Setidaknya, aku masih bisa menyiapkan semuanya sendiri. Jadi jangan tinggalkan sedikitpun kekhawatiran terhadapku Billy.

 Jalanan sangat sunyi, mungkin semuanya telah sibuk berlibur untuk mencari udara panas. Tidak sepertiku yang harus tetap menetap untuk menyelesaikan tugas musim gugur yang sudah lama aku  tunda.
Tapi, Sarantika Bright high-school sangat berbeda. Ternyata tidak sedikit siswa yang menunda tugas musim gugurnya. Jadi, tak perlulah terlalu mengasihani diri sendiri selama masih ada kawan untuk menemani.

Syukurlah ketiga kawan setiaku (Violent Hurly, Grace Lim, dan Hana Queen) masih tinggal di sini. Jika tidak, aku akan sangat kesepian menyelesaikan tugasku. "Hi, Eli kau terlihat sangat suram pagi ini? apakah semuanya berjalan baik?" Violent menyapaku. Tenanglah Hurly, aku akan selalu baik jika kalian bertiga selalu menemaniku.

Mengapa kalian di sini? bukankah seharusnya kalian berada di tepi lapangan bersama dengan anak - anak klub basket?. "Apakah kau lupa El, musim dingin adalah trip panjang untuk klub basket. Jadi, tak ada jadwal untuk duduk di tepi lapangan sepanjang musim dingin" Hana Queen menjawab sambil membuka lollipopnya. Aku baru ingat, kalau tim basket sudah berangkat untuk menghabiskan musim dingin di tanah Filiphina.
  
PART 2
Aku duduk santai di taman sekolah, 'hhhhrr' sebenarnya dingin tapi tempat ini tempat paling nyaman sepanjang masa di Sarantika Bright. Lama sekali Violent, Grace, dan Hana...

Memang perlu berapa waktu untuk sampai dan kembali ke sini dari cafe di belakang taman. Aku tahu, pasti mereka bertemu dengan seseorang yang membuat mereka terpesona dan akhirnya melupakanku di sini. Oh, malangnya nassibku.. Eliana, mengapa kau harus mempunyai teman sepolos mereka?? (polos?? mereka aku bilang polos?? OH NO!!)

Jika 10 menit mereka tidak juga datang, awas saja! belum jera mereka membuat perkara denganku. Lihat saja nanti!! 

Delapan menit... delapan menit lewat 30 detik.. kemana saja mereka? Huh, tidak perlu sepuluh menit... temperku sudah naik..

Huuh, aku harus cepat mencari mereka. Sebelum aku mati beku di taman ini. Hhh, 'aaaaa' seseorang menyentuh bahuku, dan membuatku kaget. 'sset' Aku langsung menoleh, huh ternyata Ariyon Stuart..

Kau berhasil membuatku berteriak dan kaget kali ini, "Ya, padahal aku tidak berniat untuk membuatmu kaget. Sedang apa kau di sini? kok menyendiri?" kata Ariyon sambil tersenyum. 

Sebenarnya, aku sedang menunggu Violent, Grace, dan Hana. Tapi sepertinya mereka tidak akan datang. "Lalu, kau sendiri? sedang apa kau di sini? bukankah seharusnya kau meladeni permaisurimu Ms. Gicella Willy? di mana dia?, tanyaku ingin tahu sambil tersenyum. "Sudahlah, tidak usah membicarakan dia!" tanggap Ariyon sedikit terlihat muram.

Apakah kau sedang ada masalah dengannya? apa yang terjadi antara kau dan dia? ceritalah jika kau mau?, "Ya, seperti yang kau sangka. Kau tahu Gicella adalah orang yang super protective terhadapku, dan akhir - akhir ini sikapnya itu mulai tidak jelas. Ya jelas jika aku merasa tidak nyaman dengan sikapnya" jelas Ariyon panjang..

Lalu? kau menjauhi Gicella?, aku penasaran. "Tidak, aku tidak menjauhinya. Tapi Gicella yang menjauhiku, dengan alasan yang aneh" jelas Ariyon lagi. Alasan apa?, "Gicella menuduhku menduakannya, hanya karena melihat sms dalam telpon genggamku dari Sunny James" jawab Ariyon menunduk..

Hahaha, sungguh malang nasib temanku ini. Aku tertawa geli mendengar cerita Ariyon yang begitu konyol. Hahaha, sungguh kasihan Ariyon harus menghadapi Gicella Willy, cewek modern yang menurutku selalu menyiksa siapapun yang ada didekatnya dengan sikapnya yang begitu 'bossy'.

"Seaindainya, Gicella bisa sepertimu. Pasti sangat menyenangkan" Ariyon membuatku kaget sampai membuatku berhenti tertawa. Aku merasa melambung tinggi, *oh my god, bintang sekolah seperti Ariyon Stuart berkata seperti itu kepadaku...

Sudahlah, lupakan masalah itu sebelum kau menjadi stress...

"El, maukah kau menemaniku makan di Kafe?" tanya Ariyon ketika aku terdiam. Aku tidak menjawabnya, "Ayolah, Eliana... kau tidak pernah menerima jika aku ajak untuk menemaniku, hanya untuk kali ini saja" Ariyon memaksaku, tak apalah, hanya untuk kali ini saja. Akhirnya, aku menerima ajakan...

Ketika aku dan Ariyon berhenti di depan perpustakaan, aku melihat Gicella lewat. Aku tersenyum padanya dari jauh, tapi dia enggan untuk membalasnya. Apakah dia marah padaku karena melihatku dengan Ariyon, kataku dalam hati.

"Hei, lihatlah.. malam minggu nanti ada Prom Night untuk kelas XII" Ariyon membuatku sedikit kaget. Lupakanlah itu Ariyon, kau tidak mungkin datang karena Gicella juga tidak mungkin datang. Sekarang lihatlah, Gicella di sebelah sana (aku menunjuk ke arah Gicella), dia melihat kita. Lebih baik aku pergi daripada membuat masalah lagi. Aku melangkahkan kaki kananku. 

"Eliana, biarkan dia! apakah kau tega meninggalkanku, kemudian Gicella akan menghampiriku dan memarahiku di depan umum" Ariyon memegang tanganku dan mencegahku pergi... 

Ariyon, bukankah Gicella akan lebih naik pitam jika melihatmu dan aku? dia akan berpikiran lebih buruk terhadapmu, aku sedikit meninggikan bicaraku. "Eliana... tidak usah hiraukan dia" Ariyon langsung menarikku pergi menjauhi Gicella. Aku tidak berhenti mengoceh sepanjang Ariyon menggandengku. Seharusnya dia tidak berlaku seperti tadi kepada Gicella. Bagaimana Gicella tidak berpikiran negatif pada Ariyon jika perlakuan Ariyon saja seperti itu. Aku tidak mengerti pikiran seperti apa yang ada di otak cowok bintang sekolah seperti Ariyon. Benar - benar aneh..

"Eliana... sudahlah! tidak ada manfaatnya kau membela Gicella di depanku!" kata Ariyon ketika sampai di Kafe. Okay, I see... kau masih belum bisa menerima sikap Gicella. Ya sudahlah lupakan semuanya. Aku tersenyum...

"Apa yang ingin kau pesan, biar aku yang mentraktrir", Pesankan aku satu cup coklat panas. "Hanya itu?", aku menjawabnya dengan anggukan pelan.

Aku sedang enak - enaknya mengobrol dengan Ariyon sambil meneguk coklat panasku, tiba - tiba Kelvin datang bersama kedua temannya (Dyon, Freza) dan anak anak cheers (oh my god, Kelvin bisa dekat sekali dengan anak anak cheers yang super genit). Pantaslah kalau begitu, secara tidak seorangpun tahu kalau Kelvin dan aku berpacaran kecuali ketiga temanku. Tak apalah, lagian Kelvin masih mempunyai hak untuk dekat dengan siapapun. Kelvin melihatku dan tersenyum, walaupun aku sedikit tidak terima dengan perlakuan anak anak cheers itu yang begitu dekat dengan Kelvin.

Sekarang aku merasa menjadi orang yang paling malang di dalam musim dingin. Setelah keluargaku pergi untuk berlibur, kemudian aku harus siap siap dimusuhi oleh Gicella, dan yang paling parah aku harus melihat Kelvin dekat sekali dengan anak cheers.

OH seandainya aku bisa membagi kemalangan nasibku ini...

"Hei, mengapa kau melamun begitu?" tanya Ariyon menyadarkanku yang sedang melamun. Oh, sorry... tidak ada apa - apa, aku hanya bosan di sini. Bagaimana kalau kita pindah ke tempat lain, aku mengajak Ariyon pergi dari kafe.

Lebih baik aku segera pergi, dari pada melihat Kelvin bersama orang orang tidak penting lalu membuat temperku naik. "Hei, Eliana.. Mengapa kau diam?", aku tersadar dari lamunanku yang kedua hari ini dan melihat ke arah depan, 'adduhh' Gicella, mengapa aku harus bertemu dia lagi? pemandangan yang membuat jantungku bergetar. Lebih baik kau temui Gicella, dan selesaikan masalahmu dengannya sebelum semuanya menjadi tambah runyam.

"Seharusnya dia yang datang padaku lebih dulu, karena dia yang salah! bukan aku" Ariyon tetap keras kepala.. aku hanya bisa menghela nafas mendengar Ariyon berkata seperti itu, ya mau bagaimana lagi? dasar keras kepala!! 
 LAST PART
Malam minggu datang, sebenarnya waktu yang indah untuk hang out bersama Violent, Grace, dan Hana. Tapi mereka memutuskan untuk datang ke acara Prom Night kelas XII sedangkan aku enggan untuk datang. Tak apalah mungkin lebih baik aku di rumah, dari pada datang dan melihat Kelvin bersama teman teman perempuannya. Lagian Kelvin tidak mungkin mengajakku...

'drrrt' Telpon genggamku bergetar, 'Ariyon Stuart'..
"Halo, benarkah ini Eliana Faloen", ya ada perlu apa Ariyon? aku langsung bertanya. "Apakah malam ini kau ada acara" Ariyon balas bertanya. Aku tidak ada acara malam ini, memangnya ada apa?, aku penasaran pada Ariyon. "Aku mendapatkan undangan Prom Night kelas XII, dan aku ingin mengajakmu untuk datang bersamaku. Kau harus mau, dan setengah jam lagi aku akan datang untuk menjemputmu" Ariyon langsung menutup telponnya sebelum aku menjawab satu katapun.
Ketika Ariyon datang..

Bagaimana dengan Gicella? Mengapa kau tidak mengajaknya? tanyaku sebelum Ariyon membawaku ke tempat Prom Night. "Tenanglah, aku sudah menyelesaikan semuanya dengan Gicella. Aku sudah memutuskan hubunganku dengan Gicella. Jadi, kau tidak perlu khawatir" Ariyon menjelaskan semuanya dan langsung menarikku masuk ke dalam mobilnya.

Aku diam selama berada di dalam mobil, aku tidak tahu apa yang harus aku bicarakan dengan Ariyon. Ariyon, bisakah kau sedikit lebih pelan memawa mobilmu?, aku menegur Ariyon. "Eliana, sudah tidak ada waktu lagi, kita sudah terlambat 10 menit" jawab Ariyon masih terus fokus pada jalan di depannya. 

Ketika aku sampai, semuanya sudah siap. Untung belum mulai, Ramai sekali! aku mencari Kelvin, dan seperti yang sudah aku sangka dia bersama Zella, model kelas XII yang sudah lama mengejar - ngejar Kelvin. Aku hanya bisa melihatnya dekat dengannya dan menahan kecemburuan yang ada.

Tiga puluh menit sudah acara berlangsung, semuanya sudah sibuk dengan pasangannya masing masing. Termasuk Kelvin dengan Zella, huh seandainya aku bisa melarang Zella untuk mendekati Kelvin, pasti hatiku tidak akan kepanasan seperti ini.

Tiba - tiba ketika aku sedang sibuk memikirkan lamunanku, seseorang menarikku. Ariyon Stuart, selalu saja membuat kaget. Hei kau mau membawaku ke mana? Bisakah kau berlaku lebih lembut kepadaku? setidaknya kau tidak membuatku kaget, kataku ketika Ariyon menarikku dan sedikit membuat tanganku sakit.

“Sudahlah, kau ini selalu protes!” jawab Ariyon tanpa menghiraukan aku yang kesakitan akibat genggaman tangannya yang keras. Aneh, mengapa Ariyon membawaku keluar? Tidakkah dia berpikir, malam ini sangat dingin. Desisan anginpun tidak henti hentinya terdengar di dalam telingaku.

Mengapa kau membawaku ke tempat ini? tidakkah kau sedikit berpikir? malam ini sangat dingin!, aku sedikit kesal pada Ariyon yang dari tadi selalu tidak mendengar apa yang aku katakan.

“Kau tunggu sebentar di sini. Aku ingin mengambil minum”. Ketika Ariyon mengambil minum sebuah sms masuk, ‘Gicella Willy’ oh my god semoga ini bukan masalah. ‘Eliana Faloen yang terhormat, sekarang juga aku menunggumu di depan toilet wanita’. Pasti tentang Ariyon! huh membuatku repot saja!. Aku melangkahkan kakiku, “Eliana, kau mau ke mana?” Ariyon datang membawa dua gelas soft drink, dan memberikannya satu padaku. Em, emm, tidak ke mana – mana, aku menjawabnya dengan sedikit bingung. Kalau Ariyon tahu tentang sms Gicella tadi pasti semua akan bertambah parah.

“Eliana…” Ariyon memanggil namaku, padahal sudah jelas – jelas aku ada di depannya. Iya, Ariyon.. mengapa kau memanggilku seperti itu?, tanyaku sedikit tersenyum. Lalu dia menggenggam tanganku sampai – sampai membuatku sedikit kesakitan.

“Eliana, apakah kau tau? selama ini, sebenarnya aku mencintaimu?” Ariyon terlihat sangat serius, raut wajahnya terlihat seperti Mr. George, guru matematikaku yang sungguh selalu terlihat serius. Mendengar perkataannya, aku terbelalak kaget, ‘deg-deg-deg’ bagaimana aku harus menjawabnya. Selama ini aku hanya menganggapnya sahabat, tidak pernah lebih. Oh my god? bagaimana ini?

Ketika aku memandang lurus ingin mengatakan sesuatu, tiba – tiba Kelvin datang dan melihatku dan Ariyon. Oh my god, masalah apa lagi ini? aku memandang ke arah Ariyon dan mengatakan, sorry Ariyon…

Tapi belum ku selesai mengatakan itu semua, Kelvin pergi meninggalkanku. Aku mencoba mengejar Kelvin, tapi sebuah suara menghentikanku. “Hei, Eliana Faloen! mengapa kau lari dariku?” oh my god Gicella Willy menambah semuanya menjadi runyam. Aku tidak menghiraukannya, tapi dia menarik tanganku. ‘aaauw’ sakit. “Hei, Eliana! kau pikir, kau bisa lari dariku setelah merebut Ariyon Stuart dariku!” Gicella mendorong bahuku. Aku tidak mengerti, apa yang sedang kau bicarakan Nyonya Willy yang terhormat, aku membalasnya dengan sedikit keras. Ariyon melihat pertengkaranku dengan Gicella, aku mencoba pergi tapi Gicella tidak mau melepaskan genggaman tangannya. Gicella, biarkan aku pergi!, aku mencoba melepaskan genggaman tangannya, tapi tidak bisa.

“No! I will not let you go! kita harus menyelesaikan masalah ini sekarang juga!”, Gicella mengencangkan genggaman tangannya. “Gicella! apa yang kau lakukan pada Eliana? lepaskan dia” Ariyon berkata sangat keras dan lagi membuatku kaget. Gicella melepaskan genggaman tangannya dan aku langsung mengejar Kelvin yang belum cukup jauh meninggalkanku.

Kelvin… aku berteriak sekuat tenagaku. Kelvin menoleh tapi tidak berhenti berjalan, malah semakin cepat. Kelvin, jangan pergi dulu!!! aku mengejarnya dan memeluknya dari belakang. “Eliana, baru saja aku ingin membicarakan hubungan kita kepada yang lain. Tapi, mungkin aku terlambat, karena kau sudah lupa! sekarang aku bebaskan kau, menjalin berhubungan dengan Ariyon”  Kelvin berhenti sejenak. Tidak Kelvin, semua tidak seperti yang kau bayangkan! aku dan Ariyon tidak ada hubungan apapun. Kau hanya salah paham!, aku membalasnya dengan nada yang lebih rendah, mencoba bersabar untuk tidak terbawa emosi Kelvin. “Semua yang aku lihat, sudah jelas! Kau begitu dekat dengan Ariyon, sampai – sampai kau datang ke acara prom night ini bersamanya! apa semua itu kurang jelas?” Kelvin mulai emosi, perkataannya sangat tajam terdengar di telingaku dan membuatku menangis.

Kelvin, apakah kau tidak sadar bahwa selama ini kau membuat hatiku selalu hancur? ketika aku melihatmu dengan semua anak – anak cheers dan malam ini pula kau berpasangan dengan Zella, apakah kau sadar ketika aku melihat semua itu membuatku hancur! pernahkah kau memikirkan perasaanku? aku mencoba menutupi semuanya, sehingga kau tidak pernah tau tentang semua itu.

Aku tidak mengerti, apa yang ada dalam pikiran Kelvin. Dia begitu menyakitkanku, kalau aku sanggup untuk memukulnya pasti aku sudah melakukannya dari tadi!

Kelvin tetap tidak mau mendengarkan perkataanku, dia begitu saja pergi meninggalkanku sendiri. Aku sangat kecewa dengan sikapnya, begitu kecewa dengannya!

Sedikit aku menghela nafas dan menghapus air mataku, Gicella kembali datang bersama Ariyon di belakangnya yang mencoba mencegah Gicella menemuiku. Tapi, Ariyon terlambat… Gicella lebih dulu menampar pipi kiriku. “GICELLA!” Ariyon membalas menampar pipi Gicella. Aku tahu, Gicella pasti sangat marah melihat Ariyon membelaku.

Setelah Gicella pergi, Ariyon memelukku erat sekali, aku tidak bisa melepaskannya…

“Eliana, maafkan aku… semuanya karena aku, sampai Gicella dan Kelvin marah padamu” Aku tidak tahu harus menjawab apa, sehingga aku hanya diam.

 EPILOGUE

Aku mencoba menelpon Kelvin, tapi nomornya tidak aktif. Mungkin dia masih marah padaku, tapi aku belum mengerti apa salahku pada Kelvin sehingga dia begitu menghindariku. Mengapa semuanya menjadi seperti ini? seharusnya aku yang marah pada Kelvin, karena dia begitu tega membiarkanku melihatnya berdekatan dengan anak – anak cheers, dan yang paling membuatku tambah tidak mengerti, dia tidak meminta maaf padaku setelah mengajak Zella menjadi pasangannya di malam Prom Night. Benar – benar membuatku sangat kecewa.

Musim dingin masih sangat panjang, Artinya masih panjang juga aku harus kesepian di rumah. Aku sudah mengumpulkan tugas musim gugur kemarin. Tapi, rasanya aku tidak ingin berlibur mencari kehangatan.

Aku ingin menyendiri, Aku tidak ingin bertemu siapapun, Walau Ariyon terus mencoba menghubungiku, aku tidak akan menemuinya. Walaupun Violent, Grace, dan Hana terus membujukku menemui Ariyon. Apapun yang terjadi, aku belum siap untuk membicarakan masalah kemarin.

Minggu  kedua Musim dingin, aku bertemu Kelvin di depan toko manisan langgananku, dia memelukku hangat, dan seketika itu seolah aku menjadi bisu dan tidak bisa berkata apapun. “Sorry dear, aku memang salah selama ini, aku ingin pamit karena besok aku akan berangkat ke London untuk melanjutkan sekolahku, tapi tenanglah, aku akan kembali setiap empat tahun sekali” Kelvin menjelaskan semuanya. Aku berpikir dalam hati, begitu teganya dia menemuiku hanya untuk pamit dan dia menyuruhku untuk tenang sementara aku akan kehilangan dia selama empat tahun. Sungguh ironis nasibku.

Pergilah kau jika itu maumu. Aku tidak akan mengharapkan kau kembali, karena aku tahu kau tidak sesetia seperti yang aku pikirkan. Aku tahu kau tidak mungkin sanggup berhubungan jarak jauh.

Pergilah jika memang itu kehendakmu, tapi jangan pernah kembali padaku jika kau sudah mendapatkan wanita selain diriku. Aku tidak akan berharap banyak kepada mu. Percuma saja, karena harapanku mungkin akan berujung pada NOL BESAR.

Pergi dan jangan kembali padaku, jika kau sudah mencintai wanita lain. Memang winter ini adalah ‘WORST WINTER EVER'